Hindari Resesi, Pemerintah Perlu Sediakan Banyak Lapangan Kerja

- Pemerintah disarankan membuat program-program menciptakan lapangan kerja untuk menghindari resesi di kuartal II-2025.
- Pemerintah perlu mendorong investasi berkualitas yang menyerap tenaga kerja, dengan efisiensi belanja pemerintah yang signifikan.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah disarankan membuat program-program yang banyak menciptakan lapangan kerja lebih banyak. Hal itu guna menghindari resesi yang mungkin terjadi pada kuartal II-2025.
Saran itu disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic Law and Studies (Celios), Bhima Yudhistira sebagai respons terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik pada kuartal I-2025.
"Diperlukan banyak sekali stimulus-stimulus ekonomi pemerintah harus membuat program-program yang menciptakan lapangan kerja lebih banyak karena kalau situasinya berlanjut maka di kuartal II-2025 bisa terjadi technical recession ya," ujar Bhima kepada IDN Times, Senin (5/5/2025).
1. Pemerintah perlu dorong realisasi investasi berkualitas

Guna menciptakan lapangan kerja lebih banyak, pemerintah disebut Bhima perlu mendorong realisasi investasi yang lebih berkualitas. Hal itu dalam artian setiap Rp1 triliun realisasi investasi harus lebih banyak menyerap tenaga kerja.
Bhima membandingkan kondisi saat ini dengan pandemik COVID-19. Pada 2020, setiap Rp1 triliun investasi yang masuk, khususnya dari asing alias PMA masih menyerap 1.300-an orang tenaga kerja.
"Kemudian 2024 angkanya hanya menjadi 1.000 orang tenaga kerja. Jadi semakin turun serapan tenaga kerjanya secara kontinyu. Artinya kalau mau memberikan insentif perpajakan, memberikan fasilitas bisa diprioritaskan dulu sektor-sektor yang memang sifatnya adalah padat karya," ujar Bhima.
2. Sektor konsumsi mengalami penurunan

Bhima pun menyoroti perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik pada kuartal I-2025 yang ada di level 4,87 persen.
Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan sebagai penyebab menurunnya pertumbuhan ekonomi tersebut.
"Salah satunya adalah motor dari konsumsi rumah tangga ini konsisten terus mengalami penurunan, dibandingkan triwulan I-2024 turun, triwulan IV-2024 juga turun. Kemudian kinerja ekspor juga mengalami penurunan dibandingkan kuartal sebelumnya," kata Bhima.
3. Efisiensi belanja pemerintah berikan dampak ke perlambatan ekonomi

Selain itu, Bhima juga menilai efisiensi anggaran yang diterapkan Presiden Prabowo Subianto turut berkontribusi terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik selama tiga bulan pertama tahun ini.
Efisiensi tersebut menyebabkan realisasi investasi dan pengeluaran atas konsumsi pemerintah mengalami kontraksi hingga minus 1,38 persen.
"Padahal belanja pemerintah ini kan cukup penting dalam mendorong perekonomian di saat sektor swasta dan daya beli masyarakatnya sedang rendah. Jadi efisiensi belanja pemerintah punya peran yang cukup signifikan selain dari harga komoditas ekspor yang mengalami tekanan," tutur Bhima.