IHSG Diproyeksikan Menguat di Kisaran 7.000-7.300 pada Juni 2025

01 Jun 2025, 15:30 WIB

Ridwan Aji Pitoko

ilustrasi IHSG (IDN Times/Muhammad Surya)

Intinya sih...

IHSG diproyeksikan menguat pada Juni 2025, dengan rentang 7.000-7.300
Stimulus pemerintah dan libur sekolah menjadi sentimen penggerak IHSG

Jakarta, IDN Times - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan bakal menguat pada Juni 2025. Menurut Kiwoom Research, secara historis sejak 2020, IHSG kerap menghijau pada bulan Juni.

Head of Research Kiwoom Research, Liza Camelia Suryanata memproyeksikan IHSG akan bergerak sideways cenderung menguat pada Juni 2025 dalam rentang 7.000-7.300.

"Dengan kecenderungan menembus resistance 7.300 apabila terus ditopang oleh net buy asing, stimulus domestik, dan stabilitas nilai tukar. Window dressing akhir semester dan positioning menuju laporan keuangan kuartal II bisa menjadi katalis tambahan," kata Liza dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (1/6/2025).

1. Stimulus pemerintah dan libur sekolah

Suasana hiruk-pikuk di Stasiun Poncol Semarang saat libur panjang Waisak. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Sejumlah sentimen bakal jadi sentimen penggerak IHSG pada Juni 2025. Pertama adalah stimulus pemerintah dan momen liburan sekolah.

Mulai 5 Juni 2025, pemerintah menggulirkan enam kebijakan stimulus ekonomi, mulai dari diskon tarif listrik dan transportasi hingga Bantuan Subsidi Upah (BSU), serta bantuan pangan.

"Momentum libur panjang sekolah plus diskon tarif tol 20 persen juga mendorong konsumsi rumah tangga, transportasi, dan sektor swasta," ujar Liza.

2. Penurunan bunga penjaminan LPS

Rapat Dewan Komisioner (RDK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) (Dok. LPS)

Sentimen berikutnya adalah penurunan bunga penjaminan simpanan oleh LPS dari 4,25 persen menjadi 4 persen. Menurut Liza, hal tersebut merupakan sinyal positif untuk pelonggaran likuiditas guna mendukung penyaluran kredit dan aktivitas investasi sektor riil.

"Turunnya keuntungan pada deposito atau tabungan membuat para pelaku pasar mencari profit yang lebih tinggi di instrumen keuangan lain, yaitu pasar saham dan reksa dana," kata Liza.

3. Suku bunga BI dan The Fed

ilustrasi suku bunga (freepik.com/Freepik)

Kemudian ada pula sentimen suku bunga Bank Indonesia (BI) dan The Fed. Liza mengatakan, setelah BI memangkas suku bunga menjadi 5,5 persen, investor mencermati kebijakan The Fed dalam FOMC Meeting Juni-Juli.

"Jika Fed bersikap lebih dovish atau menurunkan Fed Fund Rate (FFR) lebih cepat dari ekspekstasi pasar yang saat ini probabilitas masih kurang dari 50 persen, arus masuk modal asing bisa meningkat signifikan," kata Liza.