IKEA Jakarta Garden City (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
Pada 1943, Ingvar Kamprad mendirikan usahanya di Älmhult. Baru berusia 17 tahun, Ingvar memulai langkah bisnisnya dengan modal kecil dan semangat besar. Awalnya, Ingvar hanya menjual barang-barang kecil seperti pena, dompet, korek api, hingga bingkai foto melalui sistem pesanan surat.
Pada masa itu, penduduk Småland hidup dalam kondisi alam yang keras. Tanah yang berbatu, dan sumber daya terbatas membentuk budaya masyarakat yang dikenal hemat, ulet, dan kreatif. Nilai-nilai itulah yang membentuk karakter Ingvar, sekaligus menentukan identitas bisnisnya di masa depan.
Dikutip dari situs resmi IKEA, titik balik penting terjadi pada 1948, ketika Ingvar memutuskan menambahkan furnitur dalam katalog penjualannya. Produk yang dijual dibuat oleh pengrajin lokal. Kala itu, para pengrajin membuat produk untuk memenuhi permintaan yang tinggi setelah Perang Dunia II.
Tanpa disadari, langkah itu mengubah arah usahanya secara permanen. Furnitur yang pada awalnya hanya pelengkap, menjadi produk yang paling dicari pelanggan.
Ingvar menekankan, desain yang baik seharusnya tidak hanya dimiliki mereka yang berkantong tebal. Konsep bisnisnya itu terwujud melalui kombinasi kesederhanaan namun kuat—desain minimalis khas Skandinavia, fungsi yang jelas, harga terjangkau, dan bisa dirakit sendiri oleh pembelinya.