COVID-19 Berlarut, Perbankan Terancam Terpuruk Imbas Kredit Macet

Kredit macet akan meningkat saat pelaku usaha "berjatuhan"

Jakarta, IDN Times - Sektor perbankan dan lembaga keuangan terancam runtuh apabila dunia usaha makin lama terdampak COVID-19. Menurut ekonom senior Faisal Basri, hingga saat ini secara umum perbankan masih bisa mengatur aktivitas ekonomi.

"Tetapi perbankan akan kesulitan kalau makin banyak dunia usaha yang berkepanjangan terdampak COVID-19. Pendapatan turun, tidak bisa bayar kredit, tidak bisa bayar cicilan," ujar Faisal dalam wawancara khusus bersama IDN Times, Selasa 15 September 2020.

Baca Juga: Faisal Basri: Selama Virus Gak Terkendali, Ekonomi Mustahil Bangkit 

1. Kasus kredit macet akan meningkat bila banyak pelaku usaha terpuruk

COVID-19 Berlarut, Perbankan Terancam Terpuruk Imbas Kredit MacetIlustrasi credit (IDN Times/Arief Rahmat)

Faisal melanjutkan, hal itu kian sulit manakala masyarakat menyimpan uang di bank dan pihak bank harus membayar bunga. Sementara, penyaluran kredit perbankan turun. Pendapatan bank semakin lama semakin tipis dan bisa merugi. Akibatnya, kasus kredit macet akan semakin tinggi.

"Karena ATM kan harus jalan semua, perangkat-perangkat teknologi juga harus on semua, tidak bisa istirahat dulu. Kalau sekarang kredit macetnya masih relatif terkendali, 3,11 persen naik dari 2,8 persen. Tapi ini datanya per Juni, karena data perbankan ini timeline-nya agak panjang," ungkapnya.

2. Ekonomi tak bisa bangkit selama virus corona belum terkendali

COVID-19 Berlarut, Perbankan Terancam Terpuruk Imbas Kredit MacetIlustrasi Pasar (IDN Times/Besse Fadhilah)

Faisal mengatakan, Indonesia saat ini sedang memasuki fase krusial. Kasus COVID-19 setiap hari meningkat dengan kecepatan tinggi. Rata-rata kasus per hari mencapai angka 3.000-an. Sementara, angka kematian rata-rata sudah di atas 100.

"Tidak ada satu negara pun yang berhasil atau yang berani, kecuali beberapa negara saja, seperti Amerika Serikat yang berani melonggarkan pembatasan sosial tatkala kasus sedang tinggi-tingginya, sedang meningkat gitu. Jadi kita ini sedang mendaki, tapi kita disuruh lari kan ya tidak bisa. Ekonomi tidak bisa," kata dia.

3. Masyarakat cenderung menahan belanja kendati pemerintah memberikan stimulus ekonomi

COVID-19 Berlarut, Perbankan Terancam Terpuruk Imbas Kredit MacetPeluncuran Bansos Beras oleh Perum Bulog Kanwil Jateng. Dok. Perum Bulog Kanwil Jateng

Untuk memulihkan ekonomi, kata Faisal, pemerintah mendorong masyarakat untuk belanja karena itu komponen terbesar di dalam PDB. Stimulus ekonomi diberikan dalam berbagai bentuk, mulai dari bansos tunai, subsidi gaji bagi pegawai yang bergaji di bawah Rp5 juta, kartu prakerja, dan sebagainya.

Namun, lanjutnya, masyarakat cenderung menahan belanja lantaran bantuan itu tidak diberikan setiap bulan atau sepanjang tahun.

"Oleh karena itu, kalau coronanya masih lama, masyarakat berpikir 'bahaya nih, saya harus berjaga-jaga lebih banyak'. Jadi buat berjaga-jaga, tabungan di bank naik. Dana pihak ketiga di bank naik, tetap konsisten 8 persen, sementara pertumbuhan kreditnya turun mencapai level terendah pada bulan Juni, hanya 1,5 persen. Oleh karena itulah, dunia perbankan secara keseluruhan tidak mengalami masalah likuiditas. Likuiditas tersedia, tapi tidak ada yang meminjamkan atau perbankan-nya hati-hati," jelas Faisal.

Baca Juga: Faisal Basri: Gas Rem Gas Rem, Itu Gak Ada Strategi, Itu Trial Error

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya