Ekonomi AS dan Perang Dagang Bayangi Rupiah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pergerakan rupiah pada perdagangan Rabu (28/11), terpantau melemah. Perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok kembali menjadi isu penting.
Dikutip dari situs Antara, rupiah diperdagangkan melemah sebesar 15 poin menjadi Rp14.524. Sejumlah faktor menjadi penyebab pelemahan rupiah tersebut.
Analis Monex Investindo Futures, Putu Agus Pransuamitra mengatakan, dolar AS melanjutkan apresiasinya terhadap sejumlah mata uang dunia menyusul estimasi produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat pada kuartal ketiga meningkat.
"Penguatan dolar AS berlanjut seiring estimasi pasar bahwa PDB AS sebesar 3,6 persen, lebih tinggi dari sebelumnya 3,5 persen," katanya.
1. Perang dagang Amerika Serikat dan China
Putu Agus Pransuamitra menambahkan bahwa pergerakan mata uang di negara berkembang bergerak melemah karena minimnya kepastian mengenai perkembangan negosiasi dagang antara Amerika Serikat dan China.
Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar juga sedang menanti pidato pimpinan Federal Reserve, Jerome Powell mengenai kebijakan suku bunga ke depannya.
2. Pelemahan rupiah berhasil ditahan faktor ini
Editor’s picks
Reza Priyambada mengatakan, fundamental ekonomi domestik yang terbilang kondusif tampaknya menjadi faktor penahan depresiasi rupiah lebih dalam.
"Diharapkan sentimen positif di dalam negeri masih dapat terjaga. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 yang diperkirakan tetap meningkat hingga mencapai kisaran 5,0-5,4 persen dapat segera direspons positif pasar," katanya.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada hari ini (28/11), tercatat mata uang rupiah melemah menjadi Rp14.535 dibanding sebelumnya (27/11) di posisi Rp14.504 per dolar AS.
Baca Juga: Peneliti: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tertolong Infrastruktur
3. Trump tak melunak terhadap China
Perang dagang antara AS dan China masih terus membayangi perekonomian global. Pelaku pasar, imbuhnya, masih menunggu sikap Presiden AS Donald Trump.
"Dolar AS kembali meningkat terhadap sejumlah mata uang di kawasan Asia setelah Presiden AS Donald Trump menunjukkan tidak akan melunak dengan Tiongkok terkait penentuan tarif barang impor," katanya.
4. Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan
Sementara itu, ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan pasar masih dibayangi ancaman Trump terhadap Tiongkok yang akan mengenakan tarif tambahan dari 10 persen menjadi 25 persen terhadap barang-barang impor dari Tiongkok senilai US$267 miliar. Kebijakan itu kemungkinan akan diberlakukan 1 Januari 2019.
"Diharapkan ada kesepakatan yang bisa terjadi pada pertemuan G20 pada akhir pekan ini," katanya.
Baca Juga: Ternyata Ini yang Bikin Rupiah Perkasa di Bulan November