Jokowi Pantau Ketat Dolar AS, Airlangga: Sudah Dibahas Panjang Lebar

- Presiden Jokowi memantau nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
- Perekonomian Indonesia menghadapi tantangan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global
- Penguatan dolar AS memberikan peluang untuk meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia
Jakarta, IDN Times - Presiden Joko “Jokowi” Widodo masih memantau secara ketat perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Hal itu menjadi pembahasan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta Pusat.
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, dalam sidang kabinet paripurna hari ini, telah dibahas panjang lebar mengenai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang dipicu oleh kebijakan ekonomi Amerika Serikat.
“Dolar naik kan akibat Amerika. Jadi tadi sudah dibahas panjang lebar termasuk pelemahan (mata uang) yang paling dalam juga negara seperti Jepang juga cukup dalam,” kata Airlangga saat menyampaikan keterangan pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (24/6/2024).
1. Indonesia menghadapi ketidakpastian jangka panjang

Airlangga mengungkapkan perekonomian Indonesia masih menghadapi tantangan signifikan dalam mengikuti tren jangka panjang, terutama terkait risiko geopolitik di Timur Tengah dan Rusia-Ukraina, serta ketegangan antara Amerika Serikat dan China yang diperkirakan akan berlanjut.
Dampak dari kondisi tersebut termasuk penguatan dolar AS, serta kebijakan suku bunga tinggi dan fiskal yang ketat di negara maju untuk menanggulangi inflasi yang masih tetap tinggi. Proyeksi penurunan suku bunga The Fed yang tidak terwujud menambah ketidakpastian ekonomi global yang terus meningkat.
“Jadi, eskalasinya terus meningkat, maka para investor larinya ke aset dolar AS dan emas. Nah, tentu ada depresiasi nilai tukar di seluruh dunia, termasuk rupiah, termasuk mata uang lain, termasuk Jepang,” ujarnya.
2. Pemerintah genjot ekspor produk berbahan baku lokal

Dia mengungkapkan optimisme penguatan dolar AS turut memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing barang ekspor yang menggunakan bahan baku dalam negeri.
Dengan demikian, Airlangga menekankan pentingnya menggenjot strategi tersebut sebagai langkah untuk menghadapi tantangan ekonomi global yang terus berubah.
“Karena ekspor yang berbahan baku rupiah itu mempunyai daya saing lebih tinggi. Jadi tentu kita harus menggenjot hal seperti itu,” tuturnya.
3. Bank Indonesia dan pemerintah antisipasi arus modal keluar

Menanggapi kondisi sektor eksternal, Airlangga menyoroti fenomena arus modal keluar (capital outflow) yang terjadi akibat kebijakan Amerika Serikat dalam menerbitkan treasury bill dengan tingkat suku bunga yang tinggi.
Hal itu telah mempengaruhi pasar global dan menyebabkan arus modal keluar dari pasar keuangan Indonesia.
Untuk menghadapi tantangan tersendiri, Bank Indonesia telah mengumumkan langkah-langkah strategis, termasuk penerbitan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Surat Berharga Bank Indonesia (SRBI) yang akan diselaraskan dengan kebijakan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dari Kementerian Keuangan.
“Dari segi fundamental ekonomi, kita dibandingkan negara lain relatif baik,” tambahnya.