Kenapa Kebijakan Tarif Donald Trump Bisa Memengaruhi Pasar Saham?

Pada Sabtu (1/2/2025), dunia dikejutkan dengan keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang akan memberlakukan tarif tinggi terhadap impor dari Kanada, Meksiko, dan Tiongkok pada 4 Februari 2025. Langkah ini memicu reaksi berantai di pasar saham global, dengan investor yang cemas memantau dampaknya terhadap ekonomi dunia. Kebijakan tarif ini tidak hanya memengaruhi hubungan perdagangan antarnegara, tetapi juga memiliki implikasi mendalam bagi pasar saham yang sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan ekonomi.
Pengenaan tarif yang signifikan ini menyebabkan volatilitas tinggi di pasar saham, dengan banyak investor yang beralih ke aset yang dianggap lebih aman, seperti dolar AS. Selain itu, sektor-sektor yang bergantung pada perdagangan internasional mengalami penurunan nilai saham yang tajam. Melihat anjloknya pasar saham baru-baru ini menimbulkan tanda tanya besar, mengapa kebijakan tarif Donald Trump bisa membuat saham-saham anjlok? Cari tahu jawabannya di pembahasan berikut ini.
1. Ketidakpastian yang mengguncang kepercayaan investor

Ketika Donald Trump mengumumkan rencana tarif tinggi terhadap Meksiko, Kanada, dan China, pasar saham langsung merespon dengan penurunan yang signifikan. Menurut Reuters, indeks S&P 500 futures turun hingga 1,8% pada awal sesi perdagangan Asia, sementara Nasdaq futures bahkan jatuh lebih dari 2%. Menunjukkan bahwa ketidakpastian menjadi ancaman besar bagi para investor.
Mark Malek, kepala investasi Siebert Financial, mengatakan kepada Reuters, "Sampai saat ini pasar benar-benar berada di pihak Trump, namun hal itu bisa berubah dan pasar bisa menantangnya untuk pertama kalinya," ujarnya.
Tarif yang diterapkan tidak hanya berdampak pada negara yang menjadi target, tetapi juga menciptakan efek domino bagi perekonomian global. Mereka khawatir bahwa biaya produksi akan meningkat, yang pada gilirannya dapat mengurangi keuntungan perusahaan. Ketika melihat risiko yang semakin tinggi, para investor cenderung menjual aset berisiko tinggi dan beralih ke investasi yang lebih aman, seperti emas atau obligasi pemerintah.
2. Dampak langsung pada sektor-sektor utama

Industri otomotif adalah salah satu sektor yang paling terdampak oleh pengumuman kebijakan tarif baru ini. Berdasarkan laporan dari The New York Times, saham perusahaan otomotif besar seperti Toyota, Nissan, dan Honda turun antara 5% hingga 7% setelah pengumuman tarif tersebut. Hal ini terjadi karena industri otomotif sangat bergantung pada rantai pasok internasional, terutama di kawasan Amerika Utara. Jika tarif dikenakan, harga mobil diperkirakan akan naik cukup signifikan. Wolfe Research memperkirakan kenaikan harga mobil rata-rata di Amerika Serikat bisa mencapai $3.000.
Selain industri otomotif, sektor teknologi juga mengalami dampak yang cukup besar. Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), salah satu produsen chip terbesar di dunia, kehilangan lebih dari 5% nilai sahamnya dalam satu hari perdagangan. Seperti yang dilaporkan oleh The New York Times, Presiden Trump juga mengumumkan bahwa tarif akan dikenakan pada produk chip, minyak, dan gas dalam waktu dekat. Hal ini semakin menambah ketegangan di pasar teknologi yang sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan perdagangan.
3. Ancaman inflasi dan kenaikan biaya hidup

Tarif yang dikenakan oleh Trump memengaruhi pasar saham karena dapat memicu inflasi yang lebih tinggi. Gregory Daco, kepala ekonom EY-Parthenon, menjelaskan bahwa tarif ini berpotensi menyebabkan "shock stagflasi," yaitu situasi di mana ekonomi melambat tetapi inflasi justru melonjak.
"Kenaikan tarif yang tajam terhadap mitra dagang AS dapat menciptakan guncangan stagflasi–sebuah pukulan ekonomi yang negatif yang dikombinasikan dengan dorongan inflasi–sekaligus memicu volatilitas pasar keuangan," kata Daco, melansir CNN. Berdasarkan pada analisis Daco sendiri, tarif ini diperkirakan akan mengurangi pertumbuhan PDB AS sebesar 1,5 persen pada 2025 dan 2,1 persen pada 2026.
Selain itu, konsumen akan merasakan dampak langsungnya. Mary Lovely dari Peterson Institute for International Economics mengatakan bahwa tarif tersebut akan membuat harga barang-barang di toko kelontong dan bahan bangunan naik. "Anda akan melihat dampaknya secara perlahan terhadap harga. Satu minggu harga akan naik di toko kelontong, satu minggu lagi akan naik di Home Depot," kata Lovely sebagaimana dikutip melalaui CNN.
4. Reaksi dari negara mitra dagang

Kanada, Meksiko, dan Tiongkok merespons kebijakan tarif dari Amerika Serikat dengan merencanakan balasan tarif terhadap produk-produk AS. Menurut laporan Reuters, Kanada berencana mengenakan tarif 25% pada produk AS yang bernilai $155 miliar. Sementara itu, Tiongkok juga siap mengambil tindakan balasan. Langkah-langkah ini semakin memperburuk ketegangan di pasar global.
Dampak dari tarif balasan ini juga akan sangat besar. Sebagai contoh, melemahnya peso Meksiko dan dolar Kanada terhadap dolar AS akan menunjukkan adanya ketidakpastian di pasar mata uang. Berdasarkan analisis JPMorgan, peso Meksiko bisa terdepresiasi hingga 12% jika tarif 25% benar-benar diberlakukan. Ketidakstabilan ini semakin membuat investor ragu untuk berinvestasi di pasar saham, karena mereka khawatir akan kerugian lebih lanjut.
5. Strategi investasi di tengah ketidakpastian

Meskipun kebijakan tarif Donald Trump dapat menyebabkan fluktuasi pasar, ada cara untuk tetap tenang dan bijak dalam menghadapinya. Shinobu Hindert, seorang perencana keuangan profesional bersertifikat, menyarankan agar kita tetap fokus pada strategi investasi jangka panjang dan tidak terburu-buru bereaksi terhadap perubahan pasar yang bersifat sementara. Dilansir U.S. News, menurut Hindert, "Meskipun tarif dapat menyebabkan volatilitas, kecepatan penerapan kebijakan ini masih belum pasti."
Selain itu, salah satu cara terbaik untuk melindungi diri dari dampak fluktuasi pasar adalah dengan mendiversifikasi portofolio. Daripada mencoba memprediksi saham mana yang akan naik atau turun, lebih bijaksana untuk menjaga keseimbangan aset yang tersebar di berbagai sektor dan negara.
Sebagai contoh, emas sendiri sering dianggap sebagai aset yang aman selama masa-masa ketidakpastian seperti ini. Saat krisis keuangan melanda pada tahun 2008 dan pasar saham anjlok, harga emas justru mengalami lonjakan.
Oleh karena itu, jika ingin melindungi portofolio dari gejolak pasar, pertimbangkan untuk memasukkan aset yang dapat bertahan terhadap volatilitas. Jadi, terapkan strategi investasi dengan bijak agar kamu tetap bisa menjaga stabilitas portofolio meski badai tarif menghantam.