Kanselir Jerman Kunjungi China, Serukan Persaingan Dagang yang Sehat

Scholz soroti membanjirnya produk otomotif China di Eropa

Jakarta, IDN Times - Kanselir Jerman, Olaf Scholz mendesak para pemimpin industri China untuk bersaing secara adil di pasar Uni Eropa (UE). Pernyataan ini disampaikannya dalam kunjungannya ke China selama tiga hari yang dimulai akhir pekan lalu.

Scholz meminta agar perusahaan China tidak memproduksi barang murah secara berlebihan atau melanggar aturan hak cipta. Dalam lawatannya, Scholz ditemani oleh perwakilan bisnis terkemuka Jerman dan tiga menteri dari kabinetnya.

"Saya akan mendorong Uni Eropa untuk tidak terdorong oleh proteksionisme yang hanya mementingkan diri sendiri," kata Scholz Senin (15/4/2024).

Kunjungan ini merupakan yang pertama bagi Scholz sejak peluncuran strategi de-risking oleh pemerintahannya pada Juli 2023. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Jerman pada ekonomi China.

1. Scholz soroti persaingan tidak adil industri otomotif China di Eropa

Scholz menyoroti kekhawatiran Eropa terhadap praktik penjualan mobil China dengan harga murah secara tidak wajar dan dalam jumlah besar di pasar benua biru tersebut. Praktik ini dikenal sebagai dumping, di mana harga jual ditekan sedemikian rupa sehingga kompetitor lokal tidak mampu bersaing.

Meski Scholz berharap mobil China bisa dijual bebas di Eropa, dia menekankan pentingnya akses pasar yang setara bagi mobil Eropa di China.

"Satu-satunya hal yang selalu perlu jelas adalah bahwa kompetisi itu harus adil," tegasnya saat berbicara di hadapan mahasiswa Universitas Tongji, Shanghai.

Scholz menekankan bahwa persaingan yang sehat mensyaratkan tidak adanya dumping, produksi berlebih, serta pelanggaran hak kekayaan intelektual. Bukan hanya produk otomotif, produk fast fashion dan manufaktur China juga kian membanjiri Eropa. 

2. Scholz minta China permudah regulasi bagi perusahaan Jerman

Scholz juga meminta pemerintah China untuk tidak menghambat perusahaan Jerman yang ingin membangun pabrik di sana dengan proses birokrasi yang rumit. Padahal, keluhan yang sama sering dilontarkan perusahaan asing yang ingin berinvestasi di Jerman.

"Kami tentu saja ingin perusahaan kami tidak menghadapi pembatasan apa pun, tetapi kami juga akan memperlakukan perusahaan China dengan cara yang sama," ujar Scholz.

Kebijakan de-risking pemerintah Jerman sendiri diluncurkan setelah refleksi pengalaman selama pandemik COVID-19. Saat itu, Jerman sangat bergantung pada impor produk kesehatan dari China, seperti masker dan alat tes COVID. 

3. Scholz hadapi tekanan untuk bahas isu etika dan politik dengan China

Scholz juga menghadapi tekanan untuk menyuarakan keprihatinan terkait isu etika dan hak asasi manusia dalam produksi barang China yang membanjiri pasar Eropa. Ia didesak untuk membahas tuduhan kerja paksa etnis Uyghur saat bertemu dengan Presiden China, Xi Jinping. 

Scholz juga diharapkan untuk membahas kekhawatiran akan dukungan China yang kian besar terhadap Rusia dalam konflik Ukraina. Hal ini termasuk tuduhan pengiriman pasokan militer, serta meningkatnya ketegangan terkait Taiwan. Namun, Scholz enggan untuk mengambil langkah terlalu keras terhadap produk China. 

"Diskusi mengenai persaingan yang sehat harus didasari oleh rasa percaya diri terhadap kemampuan bersaing, bukan dilakukan dengan maksud melindungi industri dalam negeri secara berlebihan," tegas Scholz.

Scholz nampaknya ingin menjaga keseimbangan antara menyuarakan nilai-nilai Eropa dan menjaga hubungan ekonomi dengan China.

Baca Juga: China Kecam Kemitraan Trilateral Baru AS-Jepang-Filipina

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya