Marak Rokok Ilegal, Bea Cukai Gencarkan Operasi Gempur

Jakarta, IDN Times - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan terus menggencarkan operasi gempur rokok ilegal di seluruh wilayah Indonesia. Upaya ini merupakan langkah represif penanganan peredaran barang kena cukai (BKC) ilegal khususnya rokok, menyusul kenaikan tarif cukai rokok setiap tahunnya.
Kasubdit Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Encep Dudi Ginanjar, mengatakan maraknya rokok ilegal perlu ditangani dengan serius mengingat dampaknya terhadap penerimaan cukai yang harusnya masuk ke negara dan masalah kesehatan masyakarat.
"Operasi Gempur Rokok Ilegal merupakan aspek pencegahan dan penegakan hukum yang meliputi pemberian edukasi kepada masyarakat dan pelaku industri serta pemberantasan rokok ilegal," ucap Encep Dudi Ginanjar dalam keterangannya, Senin (18/9/2023).
1. Maraknya rokok ilegal bisa ganggu iklim usaha

Peredaran rokok ilegal, dinilainya dapat mengganggu iklim usaha khususnya industri rokok legal. Selain itu ada risiko hilangnya potensi penerimaan negara dan aspek kesehatan masyarakat menjadi tidak terjamin.
"Pada intinya rokok ilegal ini merugikan masyarakat dan negara. Hak-hak yang harusnya kembali kepada masyarakat, misalnya dalam bentuk pembangunan, subsidi, dan lainnya dapat terganggu karena rokok ilegal tidak membayar cukai. Alasan seperti itulah yang membuat Bea Cukai berkomitmen untuk terus memberantas rokok ilegal," ungkapnya.
Encep memaparkan motif rokok ilegal umumnya bertujuan untuk menghindari membayar cukai yang sudah ditetapkan. Misalnya rokok ilegal yang tidak menggunakan pita cukai (rokok polos), pita cukai palsu, pita cukai bekas, hingga menggunakan pita cukai yang tidak sesuai aturan (peruntukan dan personalisasi).
"Berdasarkan data penindakan Bea Cukai, 94,96 persen rokok ilegal tidak menggunakan pita cukai. Rokok ilegal ini tidak melewati berbagai proses standardisasi sehingga memiliki dampak negatif yang lebih besar. Selain itu rokok ilegal juga tidak berkontribusi terhadap penerimaan negara hingga tidak berkontribusi dalam meminimalisasi eksternalitas yang timbul karena efek negatif konsumsi rokok," tegasnya.
2. Bea cukai Kediri berhasil tindak 17 juta batang rokok ielgal

Sementara itu, Kepala Bea Cukai Kediri Sunaryo menyampaikan telah berhasil menindak hampir 17 juta batang rokok ilegal pada tahun ini. Sedangkan pada tahun 2022, tangkapan di Kediri mencapai 23 juta batang yang setara dengan kerugian Rp20 miliar.
Menurutnya faktor yang mendorong maraknya rokok ilegal, yakni disparitas harga menjadi salah satu penyebab motif salah peruntukan pita cukai. Hal ini terjadi karena adanya selisih tarif rokok antargolongan di mana perbedaan tarif yang signifikan mendorong upaya mengakali cukai.
"Kita harus aware bahwa permasalahan ini (rokok ilegal) juga menjadi permasalahan prevalensi. Kalau dalam praktiknya, sudah dipertimbangkan di pusat di mana ada satu kebijakan jangan sampai memberikan insentif kepada rokok ilegal karena kalau diberikan maka penerimaan negara juga tidak optimal," ucapnya.
3. Penerimaan CHT akhir Agustus capai Rp126,8 Triliun

Sebagai informasi, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok sampai akhir Agustus 2023 hanya mencapai Rp126,8 triliun atau setara dengan 54,53 persen dari target dalam APBN 2023 yang sebesar Rp232,5 triliun.
Bahkan realisasi ini menurun 5,82 persen dibandingkan pencapaian di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp134,65 triliun.
Dengan demikian, Bea Cukai menegaskan pentingnya pemberantasan rokok ilegal. Tren peningkatan ini semakin terasa setelah pemerintah memutuskan menaikkan tarif CHT pada 2023 dan 2024 sebesar rata-rata 10 persen. Kenaikan itu diterapkan pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek tangan (SKT).