Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Melemah di Akhir, Rupiah Ditutup ke Level Rp15.004 per Dolar AS

Ilustrasi Dollar dan Rupiah (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Ilustrasi Dollar dan Rupiah (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta, IDN Times - Pergerakan nilai tukar atau kurs rupiah ditutup melemah ke level Rp15.004,5 per dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, yang dikutip Selasa (20/6/2023), pukul 15.15 WIB, mata uang Garuda melemah 10 poin atau 0,07 persen dibandingkan penutupan perdagangan, pada Senin (19/6/2023) sebesar Rp14.994,5 per dolar AS.

Tak hanya Rupiah yang melemah, namun terdapat sejumlah mata uang negara dikawasan Asia juga melemah terhadap dolar AS,  seperti Ringgit Malaysia melemah 0,12 persen, Yuan Tiongkok melemah 0,16 persen, dan Rupee India melemah 0,18 persen. 

1. Penurunan suku bunga pinjaman China gagal redam kekhawatiran pasar

Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan dolar AS naik terhadap mata uang lainnya hingga penutupan perdagangan di hari ini. Lantaran penurunan suku bunga oleh Bank Sentral China gagal meredakan kekhawatiran investor atas perlambatan pertumbuhan ekonomi. 

"Bank sentral China, People's Bank of China, memangkas suku bunga acuan pinjaman sebesar 10 basis poin pada Selasa pagi. Ini sebuah langkah yang telah ditelegramkan secara luas saat Beijing berjuang untuk menopang pemulihan ekonomi yang melambat," ucapnya dalam keterangan tertulis, Selasa (20/6/2023). 

2. Isyarat kebijakan moneter The Fed dipenuhi kehati-hatian

Ibrahim menjelaskan, bahwa Federal Reserve AS berencana menghentikan siklus kenaikan suku bunga untuk mengukur dampak terhadap inflasi dan prospek ekonomi negara, tetapi juga mengisyaratkan kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut ke depan.

"Isyarat tentang kebijakan moneter AS, di tengah kehati-hatian atas kemungkinan bahwa memberi sinyal kenaikan suku bunga bulan Juli," ucapnya. 

3. Perlambatan ekonomi China beri sentimen negatif ke pasar keuangan global

Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra menyebut pemangkasan suku bunga pinjaman oleh Bank Sentral China semakin mengindikasikan pelambatan ekonomi China yang membutuhkan dukungan dari kebijakan moneter. 

Pemangkasan tersebut dilakukan untuk memulihkan ekonomi China yang sedang lesu dan membuat aktivitas ekspor-impor menjadi lancar. Kondisi ini pun akan memberikan keuntungan bagi pelaku bisnis karena ongkos pinjaman jadi lebih ringan.

Sementara pertumbuhan ekonomi Eropa mengalami penurunan 0,1 persen di kuartal pertama.

Di sisi lain, sikap hawkish Bank Sentral AS yang mengisyaratkan tahun ini tidak ada pemangkasan suku bunga.

"Malah kemungkinan masih ada kenaikan 2 kali lagi, juga memberikan tekanan nilai tukar termasuk rupiah terhadap dolar AS," tegasnya.

Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) telah memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,0-5,25 persen. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hana Adi Perdana
EditorHana Adi Perdana
Follow Us