Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada pembukaan Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12 di Nusa Dua, Bali, 6-7 Desember 2023. (dok. Kemenkeu)

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan bahwa kebijakan fiskal memiliki peranan penting sebagai penjaga stabilitas nasional, sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. 

Dalam hal ini ia menegaskan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berkomitmen melaksanakan reformasi struktural dalam meningkatkan daya saing di dunia lewat pembangunan infrastruktur, perbaikan kualitas sumber daya manusia, serta penguatan institusi.

Pada beberapa forum kerja sama ekonomi internasional, Indonesia pun aktif berkontribusi dalam penetapan agenda dan penyelesaian masalah global. Menkeu Sri juga menyampaikan, Indonesia terus melanjutkan perjalanannya menjadi negara yang berpenghasilan tinggi. 

“Ini bukanlah perjalanan yang mulus dan mudah, namun ini adalah sesuatu yang harus terus kita dukung dengan kebijakan institusi yang baik,” ujarnya pada pembukaan Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12 di Nusa Dua, Bali, 6-7 Desember 2023. 

1. Kemenkeu gunakan kebijakan moneter dan fiskal untuk lindungi ekonomi Indonesia

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada pembukaan Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12 di Nusa Dua, Bali, 6-7 Desember 2023. (dok. Kemenkeu)

Pada kesempatan tersebut, Menkeu Sri Mulyani turut menjabarkan bagaimana Indonesia bisa keluar dari kesulitan saat dihantam pandemik COVID-19. 

Ia menjelaskan, cara melindungi ekonomi Indonesia adalah dengan menggunakan kebijakan moneter dan fiskal. Kemenkeu menggunakan dua kebijakan tersebut dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Pada saat yang sama kita juga melihat dunia yang sangat terfragmentasi dengan perang teknologi dan fragmentasi geopolitik. Lingkungan global ini jelas mempengaruhi pilihan kebijakan dan peluang bagi suatu negara,” jelasnya. 

Fragmentasi global menjadi stimulus terjadinya peningkatan nasionalisme dan populisme. Keduanya dipastikan akan memberikan tekanan besar di sisi fiskal. 

“Karena pada akhirnya, fiskal, yaitu anggaran, merupakan cerminan dari aspirasi masyarakat, sehingga sentimen terhadap nasionalisme dan populisme pasti akan ditransmisikan ke dalam kebijakan fiskal,” ujar Menkeu menambahkan.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan bahwa banyak negara yang mengadopsi kebijakan fiskal tertentu yang sebenarnya mengakomodir banyak hal, seperti defisit yang tinggi maupun utang yang tinggi. “Tapi kalau memang mereka masih mampu untuk memiliki utang yang tinggi,” katanya.

Kebijakan fiskal menurut Sri Mulyani harus bisa tahan terhadap tekanan yang datang dari guncangan global, baik itu dalam bentuk krisis keuangan global, pandemik, ataupun perubahan iklim.

“Saya sangat senang melihat Badan Kebijakan Fiskal di Kementerian Keuangan menyadari betul perubahan dinamika global ini yang perlu dipahami, karena sebetulnya ini masih terus berlangsung, belum sepenuhnya bisa dimengerti, dan pada saat yang sama juga belum final, ini bisa menciptakan dinamika yang sangat besar,” ujar Sri Mulyani.

2. Nasionalisme dan fragmentasi global

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada pembukaan Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12 di Nusa Dua, Bali, 6-7 Desember 2023. (dok. Kemenkeu)

Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani punya pandangan tersendiri terhadap perkembangan kebijakan negara-negara dunia. Menurutnya, timbulnya rasa nasionalisme yang berlebih dan meningkat di banyak negara juga bisa menjadi dampak negatif bagi masa depan multilateralisme.

Peningkatan fragmentasi global menyebabkan menurunnya kepercayaan antar negara terutama dalam hal prioritas dalam dunia global.

“Hal ini dapat dimengerti karena setiap pemimpin dipilih oleh rakyatnya sendiri dan karena itulah mereka akan melindungi rakyatnya terlebih dahulu, namun sepertinya era di mana kepentingan nasional dan kepentingan global dapat disejajarkan sudah tidak ada lagi,” katanya.

Tentu saja fragmentasi menciptakan tantangan antar negara-negara, termasuk Indonesia yang memainkan peran konstruktif di tengah lanskap global yang tidak menentu karena banyaknya perubahan di tengah perputaran perekonomian antar negara. 

Untuk itu, Kemenkeu terus menjalankan segalanya sesuai dengan konstitusi serta memainkan peran konstruktif dengan memastikan dunia dibangun dengan perdamaian, kedaulatan, dan juga kesetaraan.

3. Kinerja yang stabil

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada pembukaan Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12 di Nusa Dua, Bali, 6-7 Desember 2023. (dok. Kemenkeu)

Terkait dengan situasi global yang penuh dengan tantangan, Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa Indonesia menunjukkan kinerja yang relatif stabil dan baik. Perekonomian Indonesia terus tumbuh sekitar 5 persen dalam delapan kuartal terakhir. 

“Kami juga terus berfokus pada hal-hal yang paling penting dalam membangun fondasi yang tepat dan lebih kuat bagi Indonesia untuk melanjutkan perjalanan kami menjadi negara berpenghasilan tinggi,” jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani menjelaskan, kesuksesan Indonesia bisa keluar dari perubahan global adalah dengan perangkat fiskal dalam mengelola begitu banyak goncangan baik dari tekanan global maupun domestik. 

Menggunakan kebijakan fiskal dengan bijaksana dan respons relatif fleksibel, Indonesia berhasil menstabilkan perekonomian meski pada saat yang bersamaan juga harus menjaga kesinambungan fiskal.

“Indonesia, setelah pandemik, langsung melakukan konsolidasi fiskal dengan cara yang baik. Hal ini berimbas pada masa sekarang yang mana kondisi fiskal Indonesia menjadi relatif lebih baik dibanding dengan negara berkembang dan maju lainnya. Dan itu adalah harta karun atau fondasi yang perlu dipertahankan. Karena saat ini dan juga di masa depan kita akan terus mengharapkan guncangan yang akan datang,” katanya.

Kemenkeu terus menggunakan instrumen fiskal yang dirumuskan dengan prinsip kehati-hatian, berkeadilan, dan berkesinambungan guna mengatasi tantangan jangka pendek dan panjang agar bisa mencapai tujuan negara berpendapatan tinggi di masa mendatang. (WEB)

Editorial Team