Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi cloud kitchen
ilustrasi cloud kitchen (Unsplash/Barbara Burgess)

Intinya sih...

  • Model bisnis cloud kitchen menjanjikan efisiensi biaya operasional dan fleksibilitas dalam menjawab gaya hidup masyarakat modern.

  • Enam jenis model bisnis cloud kitchen yang populer antara lain Brand-Owned, Dine-In dengan lini produksi khusus delivery, dan Dine-In Brand di Shared Kitchen.

  • Model-model paling potensial adalah Hub and Spoke serta Multi-Brand Shared Kitchen karena menawarkan efisiensi biaya produksi, fleksibilitas tinggi, dan kemampuan eksperimen produk baru.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Industri kuliner terus berkembang, dan kini konsep cloud kitchen menjadi salah satu model bisnis paling menjanjikan. Dilansir Business Outreach, konsep ini dinilai profitable karena mampu memangkas biaya operasional besar seperti sewa tempat dan dekorasi restoran. Di era serba digital, saat layanan pesan-antar makanan seperti GoFood, GrabFood, atau ShopeeFood makin digemari, kehadiran cloud kitchen jadi solusi strategis untuk menjawab gaya hidup masyarakat modern.

Alih-alih membuka restoran dengan area makan, bisnis ini beroperasi dari dapur yang dikhususkan untuk pesanan online. Konsepnya efisien, fleksibel, dan bisa dijalankan bahkan dengan modal lebih kecil dibanding restoran konvensional. Namun, ternyata model bisnis cloud kitchen juga beragam dan terus berevolusi. Yuk, kenali enam jenis model bisnis cloud kitchen yang paling populer dan potensial saat ini menurut Apicbase.

1. Brand-Owned Cloud Kitchen

ilustrasi cloud kitchen (Unsplash/Jinhan Moon)

Model ini bisa dibilang bentuk paling dasar dari cloud kitchen. Konsepnya sederhana: satu lokasi, satu dapur, dan satu merek. Dapur hanya beroperasi untuk melayani pesanan online tanpa area makan dan takeaway. Biasanya, dapur ditempatkan di lokasi dengan sewa rendah tapi masih dekat dengan area padat penduduk agar pengiriman tetap cepat.

Model ini cocok untuk pengusaha baru karena investasi awalnya rendah. Mereka hanya perlu fokus pada produksi makanan dan kerja sama dengan platform pengantaran. Skala bisnisnya juga bisa diperluas seiring waktu dengan menambah dapur baru di lokasi berbeda. Kalau dijalankan dengan strategi pemasaran digital yang baik, profitabilitas model ini bisa sangat menjanjikan.

2. Dine-In dengan lini produksi khusus delivery

ilustrasi cloud kitchen (Unsplash/Daniel)

Model ini umumnya dijalankan oleh restoran yang sudah punya pelanggan tetap tapi ingin menambah pendapatan lewat layanan antar. Restoran membuat dapur terpisah di lokasi yang sama untuk mengolah menu yang dioptimalkan bagi delivery, misalnya makanan yang tahan lama dan mudah dikemas.

Investasi awalnya relatif kecil karena bisnis cukup memanfaatkan fasilitas dapur yang sudah ada. Namun, tantangan utamanya ada di pengelolaan operasional dua lini sekaligus: dine-in dan delivery. Meski begitu, strategi ini terbukti efektif untuk menjaga cash flow, terutama di masa pandemi, ketika pelanggan lebih memilih pesan lewat aplikasi ketimbang makan di tempat.

3. Dine-In Brand di Shared Kitchen

ilustrasi cloud kitchen (Unsplash/Pylyp Sukhenko)

Beda dari sebelumnya, model ini dijalankan oleh restoran yang sudah punya brand kuat, tapi ingin memperluas jangkauan tanpa buka cabang baru. Caranya, mereka menyewa ruang di shared kitchen, dapur bersama yang sudah dilengkapi fasilitas lengkap. Jadi, restoran bisa menjangkau wilayah baru tanpa perlu biaya besar untuk membuka restoran fisik.

Keunggulan model ini ada di efisiensi dan fleksibilitas. Operasional bisa diatur sesuai jam ramai, misalnya hanya saat akhir pekan atau jam makan malam. Meskipun butuh biaya sewa tambahan, potensi profitnya tinggi karena restoran bisa memperluas jangkauan pelanggan tanpa risiko investasi besar di awal.

4. Hub and Spoke Model

ilustrasi cloud kitchen (Unsplash/Caroline Attwood)

Model ini termasuk paling kompleks, tapi juga paling potensial dari segi keuntungan. Dalam sistem ini, ada satu dapur utama (hub) yang menjadi pusat produksi, sementara beberapa dapur kecil (spoke) berfungsi untuk menyiapkan dan mengantarkan pesanan ke area sekitar. Model ini memudahkan ekspansi ke berbagai wilayah tanpa kehilangan efisiensi produksi.

Karena skala operasinya besar, modal awal yang dibutuhkan pun lebih tinggi. Tapi, kalau dijalankan dengan manajemen yang solid, model ini bisa menghasilkan volume penjualan besar dengan biaya per porsi yang lebih rendah. Apicbase menilai bahwa model hub and spoke adalah masa depan industri cloud kitchen karena paling mudah untuk dikembangkan dan dikontrol.

5. Multi-Brand Cloud Kitchen

ilustrasi cloud kitchen (Unsplash/mtsjrdl)

Model ini memungkinkan satu dapur mengelola beberapa merek sekaligus, misalnya satu dapur menjual pizza, salad, dan dessert di bawah nama brand berbeda. Strategi ini sangat efektif untuk memaksimalkan penggunaan bahan dan tenaga kerja karena semua diproduksi di tempat yang sama.

Model multi-brand ini punya potensi cuan yang besar karena bisa menjangkau lebih banyak segmen pasar dalam satu waktu. Jika salah satu brand tidak laku, bisnis masih bisa bertahan dari brand lainnya. Skalanya pun mudah diperluas ke wilayah baru dengan risiko yang lebih rendah dibanding membuka cabang restoran fisik.

6. Shell Kitchen dengan sistem outsourcing

ilustrasi cloud kitchen (Unsplash/Sushil Nash)

Model terakhir ini terbilang unik karena hampir semua prosesnya di-outsourcing. Dapur hanya berfungsi untuk tahap akhir penyajian dan pengiriman. Produksi makanan dilakukan di dapur lain, bahkan ada yang bekerja sama dengan pihak ketiga untuk urusan pengantaran dan pengelolaan pesanan.

Investasinya memang paling rendah, tapi kualitas dan kontrol brand jadi tantangan besar. Meski mudah diperluas, model ini rawan kehilangan identitas merek karena produk seringkali tidak memiliki ciri khas. Namun, untuk pengusaha yang ingin uji pasar dengan risiko kecil, model ini bisa jadi langkah awal yang efisien sebelum membangun dapur sendiri.

7. Model cloud kitchen yang paling potensial

ilustrasi cloud kitchen (Unsplash/Julien)

Dari berbagai jenis model di atas, Apicbase mencatat dua model yang paling berpeluang bertahan dan mendominasi pasar. Ada hub and spoke serta multi-brand shared kitchen. Keduanya unggul karena bisa menekan biaya produksi lewat skala besar, menawarkan fleksibilitas tinggi, dan mudah diekspansi tanpa harus membuka banyak restoran fisik.

Kedua model ini juga membuka ruang untuk eksperimen produk baru. Brand bisa mencoba resep atau konsep makanan berbeda tanpa investasi besar. Jika gagal, tinggal pivot ke ide lain. Kalau berhasil, model ini bisa jadi landasan pertumbuhan besar di industri kuliner digital yang makin kompetitif.

Model bisnis cloud kitchen bukan sekadar tren, tapi transformasi nyata di dunia bisnis kuliner. Dengan efisiensi biaya, fleksibilitas operasional dan kemampuan beradaptasi dengan perilaku konsumen modern, konsep ini membuka peluang besar bagi pengusaha F&B di era digital. Apa pun model bisnis cloud kitchen yang dipilih, kuncinya tetap sama yakni optimalisasi dan inovasi. Kalau kamu tertarik memulai bisnis kuliner yang efisien, scalable, dan relevan dengan pasar online masa kini, cloud kitchen bisa jadi pilihan terbaik untuk memulainya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team