OJK: Sektor Jasa Keuangan Stabil di Tengah Dinamika Global

- Tensi perdagangan global mereda setelah kesepakatan dagang AS-Inggris dan sementara AS-China
- Penguatan pasar keuangan global, penurunan volatilitas pasar, dan aliran modal masuk ke negara berkembang
Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK), Mahendra Siregar mengungkapkan, stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga di tengah dinamika tensi perdagangan dan geopolitik global.
Hal itu disampaikan Mahendra dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK yang dilaksanakan secara virtual pada Senin (2/6/2025).
"Dinamika perdagangan internasional menunjukkan perkembangan setelah terjadinya kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Inggris pada 8 Mei 2025, yang merupakan kesepakatan permanen pertama AS dengan negara-negara lain pascapenundaan penerapan reciprocal tariff," kata Mahendra.
Mahendra menambahkan, kesepakatan dagang sementara antara AS dan China pada 12 Mei 2025 yang berlaku untuk 90 hari juga turut menurunkan tensi perdagangan global.
Kondisi-kondisi tersebut kemudian disambut baik oleh pelaku pasar global. Hal itu kemudian mendorong penguatan pasar keuangan global yang juga diikuti oleh penurunan volatilitas pasar keuangan dan aliran modal masuk (capital inflow) ke pasar negara-negara berkembang.
Di sisi lain, ketegangan geopolitik masih mengalami peningkatan di beberapa kawasan. Namun, dampaknya masih dapat terlokalisir sehingga imbasnya ke pasar keuangan global masih terbatas.
1. Pelemahan pertumbuhan ekonomi global

Mahendra pun turut menyampaikan, rilis pertumbuhan ekonomi global pada kuartal I-2025 menunjukkan pelemahan yang diikuti oleh berlanjutnya penurunan inflasi dan pelemahan permintaan global.
"Menyikapi hal itu, kebijakan moneter global semakin akomodatif dengan beberapa bank sentral menurunkan suku bunga, menyuntikkan likuiditas ke pasar, atau menurunkan reserve requirement. Kebijakan fiskal global juga cenderung ekspansif meski ruang fiskal terbatas," kata dia.
Di tengah perkembangan itu, bank sentral AS atau The Fed menyiratkan kebijakan Fed Fund Rate (FFR) higher for longer yang menunggu kepastian dari kebijakan tarif dan dampaknya terhadap beberapa indikator perekonomian.
"Hal ini mendorong pasar menurunkan estimasi penurunan FFR menjadi dua kali di tahun 2025 dari sebelumnya 3-4 kali penurunan dan penurunan pertama diperkirakan mundur ke bulan September," ujar Mahendra.
Selain itu, pasar juga terus mencermati rencana penerbitan One Big Beautiful Bill atau RUU Perpajakan baru yang akan diterbitkan oleh Presiden AS Donald Trump. Pasar memproyeksikan, undang undang baru tersebut akan meningkatkan defisit fiskal Negeri Paman Sam sehingga Moody's menurunkan rating AS.
"Beberapa hal tersebut mendorong pelemahan pasar obligasi dan nilai tukar US dollar. Sementara itu, perekonomian domestik masih menunjukkan resiliensinya di tengah tingginya dinamika global," kata Mahendra.
2. Dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025

Selanjutnya Mahendra mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia positif pada kuartal I-2025, meskipun terlihat dengan laju yang sedikit melambat menjadi 4,87 persen.
Adapun permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga, tetap menjadi motor utama yang tumbuh sebesar 4,89 persen. Kemudian inflasi dalam negeri tetap terjaga tercatat sebesar 1,95 persen dan masih dalam rentang target Bank Indonesia (BI).
Selain itu, beberapa indikator perekonomian terkini juga masih menunjukkan resiliensi, di antaranya neraca perdagangan yang terus mencatat surplus, defisit transaksi berjalan yang menyempit menjadi 0,05 persen dari PDB dari sebelumnya 0,87 persen, dan cadangan devisa tetap stabil pada level yang tinggi.
"Di tengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat, tingkat suku bunga yang masih relatif tinggi, dan proses perundingan dagang AS dengan beberapa negara utama mitra perdagangannya yang masih berjalan maka perlu terus dicermati dampak hal tersebut kepada kinerja debitur dan sektor jasa keuangan Indonesia. Lembaga jasa keuangan diminta untuk terus melakukan assessment komprehensif agar ke depan mampu mengambil langkah mitigasi yang diperlukan," beber Mahendra.
3. OJK dukung kebijakan paket insentif ekonomi pemerintah

Mahendra pun memastikan, OJK mendukung pemerintah yang akan menggulirkan enam paket insentif ekonomi pada Juni 2025. Keenam paket tersebut adalah diskon tiket pesawat, diskon tarif tol, diskon tarif listrik, bantuan sosial tambahan, bantuan subsidi upah, dan bantuan Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja atau JKK.
"OJK mendukung upaya dimaksud akan memperkuat daya beli dan pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. OJK bersama-sama dengan kementerian dan lembaga terkait dan industri jasa keuangan terus berkolaborasi melakukan upaya-upaya mendorong intermediasi yang optimal, pendalaman pasar keuangan, dan pengembangan potensi industri yang prospektif, termasuk mendukung segmen UMKM," tutur Mahendra.