Gedung Putih di Washington DC, Amerika Serikat. (unsplash.com/Kristina Volgenau)
Perdagangan antara kedua negara dengan ekonomi terbesar itu nilainya mencapai 145 miliar dolar AS atau setara Rp2.341,5 triliun pada 2024 (kurs Rp16.769 per dolar AS).
Menurut Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), perang dagang antara kedua negara bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi keduanya, bahkan bisa mendorong ke resesi. Dilansir BBC, Kamis (10/4/2025), hal itu kemungkinan akan merugikan ekonomi negara-negara lain dalam bentuk pertumbuhan global yang lebih lambat.
AS sendiri mengimpor barang elektronik, komputer, dan mainan dari China. Selain itu, baterai untuk kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Namun, kategori impor AS terbesar dari China adalah telepon pintar atau smartphone, yang mencakup 9 persen dari total.
Smartphone Apple sebagian besar dibuat di China. Bahkan, penerapan tarif impor di AS terhadap China telah menjadi salah satu kontributor utama penurunan nilai pasar Apple dalam beberapa minggu terakhir, dengan harga sahamnya anjlok hingga 20 persen selama sebulan terakhir.
Adapun China mengimpor kedelai dari AS, yang utamanya digunakan untuk memberi makan sekitar 440 juta babi di China. AS juga mengirim obat-obatan dan minyak bumi ke China.
China juga mengimpor microchip canggih, yang sangat penting untuk aplikasi seperti kecerdasan buatan. Microchip itu masih belum bisa diproduksi sendiri.