Perubahan Politik AS Picu Potensi Perlambatan Ekonomi Global

Intinya sih...
- Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia melambat dan inflasi tinggi, dipicu kebijakan AS.
- Perkembangan politik di AS akan berdampak pada risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya inflasi dunia.
Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, memperkirakan, pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat dan inflasi dunia akan kembali tinggi. Hal ini salah satunya dipicu oleh kebijakan di Amerika Serikat (AS)
Perry tak menampik bahwa risiko perekonomian global semakin tinggi disertai dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan fragmentasi perdagangan.
"Perkembangan politik di AS diperkirakan akan diikuti dengan arah kebijakan fiskal lebih ekspansif dan strategi ekonomi berorientasi domestik (inward looking policy), termasuk penerapan tarif perdagangan yang tinggi dan kebijakan imigrasi yang ketat," kata Perry dalam konferensi pers, Rabu, (20/11/2024).
1. Kondisi AS bisa berdampak pada perlambatan ekonomi dunia
Perry mengatakan, perkembangan ini nantinya akan berdampak pada risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia.
"Perkembangan ini akan berdampak pada risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi dan kembali meningkatnya inflasi dunia," ujar dia.
2. Penurunan inflasi AS berpotensi lebih lambat
Perry memperkirakan, laju penurunan inflasi di AS akan berjalan lebih lambat. Dengan demikian, potensi penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) juga akan lebih terbatas.
"Sementara itu, kebutuhan pembiayaan defisit fiskal yang lebih besar mendorong kembali meningkatnya yield US Treasury baik tenor jangka pendek maupun jangka panjang," kata dia.
3. Perubahan politik di AS picu pelemahan rupiah
Sementara itu, kebutuhan pembiayaan defisit fiskal yang lebih besar mendorong kembali meningkatnya yield US Treasury baik tenor jangka pendek maupun jangka panjang.
Perubahan politik di AS tersebut telah berdampak pada menguatnya mata uang dolar AS secara luas serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS.
"Akibatnya, tekanan pelemahan nilai tukar berbagai mata uang dunia semakin tinggi dan terjadi aliran keluar portofolio asing, termasuk dari negara Emerging Market (EM)," kata dia.
Dengan demikian, penguatan respons kebijakan diperlukan untuk memperkuat ketahanan eksternal dari dampak negatif memburuknya rambatan global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara EM, termasuk Indonesia.