Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20251223-WA0028.jpg
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. (IDN Times/Triyan).

Intinya sih...

  • Tekanan terberat pada sektor padat karya.

  • Sinkronisasi kebijakan fiskal-moneter diperkuat.

  • Industri tekstil sumbang PHK paling besar, Jawa Barat sumbang PHK paling tinggi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, pemerintah tidak berencana menambah stimulus fiskal baru untuk merespons pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menurut dia, gelombang PHK yang terjadi saat ini merupakan dampak lanjutan dari pelemahan permintaan yang terjadi sejak sekitar sembilan hingga 10 bulan lalu. Hal itu disertai terbatasnya akses modal kerja dunia usaha.

“Enggak ada (tambahan stimulus). PHK itu terjadi ketika permintaan melemah sekali. Itu terjadi sekitar sembilan sampai 10 bulan lalu,” ujar Purbaya di Jakarta, Selasa (23/12/2025).

1. Tekanan paling berat terjadi di sektor padat karya

Ilustrasi Cadangan Devisa (IDN Times/Arief Rahmat)

Ia menilai penambahan stimulus bukan solusi utama jika persoalan mendasarnya terletak pada belum pulihnya permintaan. Tekanan tersebut, kata Purbaya, paling dirasakan sektor padat karya yang membutuhkan pembiayaan besar untuk mempertahankan operasional.

“Kalau perusahaan tidak punya akses ke modal kerja, tentu tidak bisa berkembang,” katanya.

2. Sinkronisasi kebijakan fiskal-moneter diperkuat

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. (IDN Times/Triyan).

Oleh karena itu, pemerintah berupaya mendorong pemulihan melalui sinkronisasi kebijakan fiskal dengan kebijakan moneter Bank Indonesia. Purbaya meyakini koordinasi tersebut dapat mendorong peningkatan permintaan, pertumbuhan ekonomi, serta penciptaan lapangan kerja baru.

“Makanya saya concern dan ingin membantu mereka (dunia usaha) semaksimal mungkin untuk tumbuh lagi, sejalan dengan permintaan. Kenaikan permintaan ini kita dorong lewat perubahan kebijakan, baik di pemerintah maupun di bank sentral,” bebernya.

3. Industri tekstil sumbang paling besar maraknya PHK

ilustrasi pekerja tekstil (unsplash.com/Issa Ben)

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menyampaikan industri tekstil masih menjadi kontributor utama PHK sepanjang 2025. Jumlah pekerja terdampak hampir mencapai 80 ribu orang.

“Industri tekstil ini masih kontributor utama PHK. Kita sudah hampir 80 ribu orang PHK di 2025 ini,” ujar Indah.

PHK terjadi meski pemerintah telah menyalurkan berbagai insentif ketenagakerjaan bagi sektor padat karya. Namun, Indah menyoroti masih lemahnya akses pekerja terdampak PHK terhadap program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Menurut dia, perbaikan implementasi JKP serta penguatan akses modal kerja bagi dunia usaha menjadi langkah yang lebih mendesak ketimbang menambah stimulus fiskal baru.

4. Jawa Barat sumbang PHK paling tinggi

ilustrasi pabrik tekstil (pexels.com/Pixabay)

Berdasarkan data Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah PHK pada periode Januari–November 2025 tercatat mencapai 79.302 orang. Angka tersebut melampaui total PHK sepanjang 2024 yang sebanyak 77.965 orang.

Secara regional, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah PHK tertinggi, yakni 17.234 orang atau sekitar 21,73 persen dari total PHK nasional. Selanjutnya disusul Jawa Tengah dengan 14.005 orang, Banten 9.216 orang, DKI Jakarta 5.710 orang, dan Jawa Timur 4.886 orang hingga November 2025.

Editorial Team