Apindo Wanti-Wanti Potensi PHK Massal Imbas Formula UMP 2026

- Rentang alfa dalam formula UMP terlalu luas berikan dampak ke dunia usaha: Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan, kenaikan UMP 2026 ditentukan melalui formula inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan Alfa.
- Bisa dorong PHK massal: Ketua Apindo Shinta Kamdani menegaskan, kenaikan UMP yang terlalu tinggi justru berisiko mendorong PHK, terutama di sektor padat karya yang hingga kini masih menghadapi tekanan permintaan.
Jakarta , IDN Times – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mewanti-wanti potensi meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat rumusan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.
Hal ini menyusul diperluasnya rentang nilai Alfa dalam formula pengupahan yang dinilai terlalu lebar, yakni 0,5 hingga 0,9.
Menurut Shinta, sektor padat karya menjadi kelompok usaha yang paling rentan terdampak kebijakan tersebut. Pasalnya, nilai minimum Alfa yang ditetapkan pemerintah sudah cukup tinggi dan berpotensi menekan biaya produksi perusahaan, terlebih jika masih ditambah dengan penerapan upah sektoral.
“Yang menjadi concern kami adalah sektor padat karya karena mereka akan sangat tertekan dengan adanya UMP yang di-extend seperti ini. Minimumnya saja Alfa 0,5 itu sudah cukup tinggi, belum lagi bicara soal upah sektoral,” ujar Shinta saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (19/12/2025).
1. Rentang alfa dalam formula UMP terlalu luas berikan dampak ke dunia usaha

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan, kenaikan UMP 2026 ditentukan melalui formula inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan Alfa.
Adapun rentang Alfa ditetapkan antara 0,5 hingga 0,9, yang besarannya ditentukan oleh pemerintah daerah sebagai indeks yang mencerminkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dalam dialog tripartit, Shinta mengatakan, dunia usaha telah menyampaikan masukan berbasis data melalui Dewan Pengupahan Nasional.
"Awalnya kami mengusulkan agar nilai Alfa berada pada kisaran 0,1 hingga maksimal 0,5, dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan hidup layak (KHL) dan kemampuan riil dunia usaha," ujarnya.
2. Tunggu keputusan UMP daerah

Meski demikian, Apindo masih menunggu keputusan pemerintah daerah yang kini memiliki kewenangan menentukan besaran Alfa.
Shinta berharap Dewan Pengupahan Daerah dapat mengambil keputusan secara cermat agar tidak mengganggu keberlangsungan usaha.
“Sekarang kan diserahkan ke daerah. Dewan Pengupahan Daerah harus benar-benar bekerja dan saling mengawal. Jangan sampai ujung-ujungnya perusahaan tidak punya kemampuan,” ujarnya.
3. Bisa dorong PHK massal

Shinta menegaskan, kenaikan UMP yang terlalu tinggi justru berisiko mendorong PHK, terutama di sektor padat karya yang hingga kini masih menghadapi tekanan permintaan.
“Kita tidak ingin ada pengurangan karyawan lagi karena ini akan mengganggu lapangan pekerjaan. Ini yang menjadi salah satu kekhawatiran kami,” katanya.
Seluruh gubernur di Indonesia diwajibkan menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) paling lambat 24 Desember 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang UMP 2026 yang telah ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada Selasa (16/12).


















