Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi PPN 12% (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN akan dikenakan 12 persen pada 1 Januari 2025 terhadap barang-barang mewah (PPnBM). Apalagi, saat pemerintah pun berencana memberikan insentif pajak untuk jenis pajak ini dalam bentuk PPN ditanggung pemerintah (DTP) hingga pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang juga DTP.

Lantas, apakah kondisi ini tidak menimbulkan kontraproduktif?

1. Insentif fiskal PPnBM untuk dongkrak sektor otomotif hingga properti

ilustrasi PPN 12% (IDN Times/Aditya Pratama)

Sekertaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan, pemberian insentif (PPnBM) bukan hanya ditujukan untuk mengkompensasi barang mewah yang akan dikenakan PPN 12 persen, melainkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi akhir tahun ini hingga kuartal I-2025.

Beberapa sektor yang menjadi fokus utama pemberian insentif adalah sektor properti, otomotif, dan sektor padat karya yang dinilai memberikan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

"Fungsinya memang yang direncanakan insentif fiskal itu kan memang untuk menjaga pertumbuhan kita juga, jadi sektor-sektor yang dipilih yang memang berkontribusi besar ke PDB. Jadi bukan semata-mata hanya merespons itu (PPN 12 persen)," kata Susiwijono di kantornya, Jumat (6/12/2024).

2. Pemerintah ingin kejar target pertumbuhan ekonomi di kuartal IV

Editorial Team

Tonton lebih seru di