Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kantor pusat Kementerian BUMN. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Intinya sih...

  • Presiden Prabowo Subianto membentuk BP Investasi Danantara, menimbulkan dualisme dengan Kementerian BUMN.
  • Pengamat BUMN Herry Gunawan menyarankan agar peran Kementerian BUMN digantikan oleh Danantara untuk menghindari tumpang tindih fungsi.
  • Kementerian BUMN sebaiknya fokus pada pengawasan dan regulasi, sementara BP Investasi Danantara mengelola aksi korporasi BUMN.

Jakarta, IDN Times - Presiden Prabowo Subianto membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Investasi Danantara). Hal ini dinilai berisiko menimbulkan dualisme karena adanya tumpang tindih dengan peran Kementerian BUMN.

Pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan menilai konsep pembentukan Danantara masih belum jelas dan cenderung membingungkan.

Menurutnya, meskipun Danantara digadang-gadang menjadi superholding yang mirip Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia, Indonesia memiliki kondisi yang berbeda karena adanya Kementerian BUMN yang saat ini dipimpin Erick Thohir.

"Jangan lupa, Singapura dan Malaysia itu kan nggak punya Kementerian BUMN. Nah di kita ini ada Kementerian BUMN. Ada dualisme," katanya kepada IDN Times melalui sambungan telepon, Senin (11/11/2024).

1. Pengamat sarankan Kementerian BUMN fokus pengawasan dan regulasi

Kantor Kementerian BUMN di Jakarta Pusat. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Herry menyarankan agar peran Kementerian BUMN digantikan sepenuhnya oleh BP Investasi Danantara untuk menghindari tumpang tindih fungsi. Namun, dia menyarankan peran Kementerian BUMN diubah jika tetap dipertahankan.

"Nah, kalau saya lebih setuju (Kementerian BUMN) diganti dengan Danantara. Nah, kalau Kementerian BUMN masih pengen tetap ada, dia fokusnya pada pengawasan dan regulasi," ujarnya.

Dia membandingkannya dengan Bank Indonesia (BI), yang peran pengawasannya terhadap industri jasa keuangan yang kini diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Jadi maksud saya nanti kayak Bank Indonesia tuh, Kementerian BUMN dia hanya buat regulasi, kemudian dia juga melakukan evaluasi, kemudian dia bikin regulasi lagi," paparnya.

2. Semua urusan korporasi disarankan dilimpahkan ke BP Investasi Danantara

Infografis Danantara (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut Herry, sebaiknya Kementerian BUMN tidak lagi terlibat langsung dalam aksi korporasi di perusahaan milik negara seperti penunjukan direksi dan komisaris atau mengarahkan investasi BUMN ke sektor tertentu.

Dia menilai kewenangan tersebut lebih baik diserahkan kepada BP Investasi Danantara agar perannya sebagai superholding menjadi jelas dan efektif, seperti yang diterapkan di Temasek atau Khazanah.

"Jadi posisi Danantara tuh jelas. Dia superholding seperti halnya yang terjadi pada Temasek maupun Khazanah gitu," tuturnya.

3. Danantara dan Kementerian BUMN jangan perpanjang rantai birokrasi

Kantor pusat Kementerian BUMN. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Herry menilai posisi Kementerian BUMN sebagai wakil pemerintah dalam kepemilikan saham, yang diatur dalam Undang-Undang BUMN, menciptakan ketidakjelasan dalam pembentukan BP Investasi Danantara.

Kementerian BUMN memiliki kewenangan penuh menunjuk komisaris dan direksi BUMN serta mengeluarkan keputusan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).

Namun, dengan adanya Danantara, proses pengelolaan BUMN bisa-bisa jadi berlapis karena perusahaan harus meminta izin ke Danantara untuk aksi korporasi, yang kemudian perlu disetujui lagi oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham.

"Nah jadi makin semakin kacau gitu jadinya. Nah karena memperpanjang rantai birokrasi, itu akan membuat BUMN tuh bingung. Karena dia bingung nanti gerakannya jadi lebih lambat gitu. Nah ini persoalan gitu loh, segala persoalan yang memang harus dihadapi," tambahnya.

Editorial Team