ilustrasi utang dengan suku bunga tinggi (pexels.com/Pixabay)
Peneliti Center of Trade, Industry, Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ariyo Irhamna mengatakan, kewajiban pembayaran utang jatuh tempo pada 2025 bakal mempersempit ruang gerak fiskal pemerintahan Prabowo.
"Pembayaran bunga utang mengalami peningkatan sangat besar sejak 2022 yang secara proporsi menjadi belanja pemerintah terbesar kedua setelah belanja lain-lain," ujar Ariyo dalam diskusi di Jakarta, belum lama ini.
Proporsi tingginya pembayaran beban utang di atas belanja modal, belanja barang, belanja pegawai sudah terjadi sejak 2020. Hal ini menjadi alarm untuk pemerintah dan membuat ruang fiskal 2025 semakin terbatas untuk periode pemerintahan yang baru.
Sempitnya ruang fiskal juga tercermin dari penurunan alokasi belanja pemerintah untuk belanja kementerian/lembaga (K/L). Hal itu berbanding terbalik dengan peningkatan alokasi belanja pemerintah untuk sektor non-K/L.
Tahun depan, belanja negara mencapai sebesar Rp3.621,3 triliun, dengan rincian belanja K/L sebesar Rp1.160 triliun dan belanja non-K/L sebesar Rp1.541,4 triliun. Defisit APBN 2025 ditetapkan sebesar 2,53 persen dari PDB atau sebesar Rp616,2 triliun.
"Ini menunjukkan ruang fiskal yang semakin terbatas akibat pembayaran utang semakin besar. Kenaikan alokasi belanja non-K/L dialokasikan untuk pembayaran utang," ucap Ariyo.