Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_1884.jpeg
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Intinya sih...

  • Pemerintah diminta pastikan uang negara kembali: Dalam perhitungan Kejaksaan Agung, nilai kasus timah yang tengah diusut mencapai sekitar Rp300 triliun. Penanganan kasus tersebut menjadi tanggung jawab bersama sejumlah kementerian dan lembaga.

  • Hilirisasi timah belum berjalan dengan optimal: Indonesia merupakan produsen timah terbesar kedua di dunia setelah China. Namun, ekspor Indonesia justru menempati posisi tertinggi karena proses hilirisasi di dalam negeri belum optimal.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, arahan Presiden Prabowo Subianto terkait penataan industri timah nasional saat kunjungan ke Bangka Belitung (babel). Dia menyebut, kepala negara meminta agar pemerintah menata kembali tata kelola sumber daya alam agar negara hadir dan mampu menjamin kekayaan rakyat.

"Arahan Bapak Presiden kemarin ke Bangka mengatakan bahwa kita harus tata baik. Negara harus hadir untuk menjamin seluruh sumber daya alam mereka," katanya dalam Investor Daily Summit yang tayang secara daring, Kamis (9/10/2025).

1. Prabowo minta pastikan uang negara kembali

Presiden Prabowo Subianto menyaksikan penyerahan enam smelter ke negara dari perusahaan tambang timah ilegal di Bangka Belitung (dok. Istimewa)

Dalam perhitungan Kejaksaan Agung, nilai kasus timah yang tengah diusut mencapai sekitar Rp300 triliun. Penanganan kasus tersebut menjadi tanggung jawab bersama sejumlah kementerian dan lembaga.

Kementerian ESDM, Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta aparat penegak hukum memiliki peran untuk memastikan dana tersebut bisa kembali ke kas negara.

"Agar uang Rp300 triliun itu bisa kembali kepada kas negara untuk kesejahteraan rakyat, bangsa dan negara. Ini yang terus kita lakukan. Pasti banyak yang tidak suka," ujarnya.

2. Hilirisasi timah belum berjalan optimal

Presiden Prabowo Subianto menyaksikan secara langsung Penyerahan Aset Barang Rampasan Negara (BRN) kepada PT Timah Tbk., yang digelar di Smelter PT Tinindo Internusa, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada Senin (6/10). (Dok. BPMI Setpres)

Bahlil menyinggung posisi Indonesia dalam industri timah dunia. Dia menyebut Indonesia merupakan produsen timah terbesar kedua di dunia setelah China.

Ironisnya, ekspor Indonesia justru menempati posisi tertinggi karena proses hilirisasi di dalam negeri belum optimal.

"Ekspor kita terbesar nomor satu. Karena apa? hilirisasinya yang belum bagus," kata mantan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu.

3. Penataan tambang ilegal jadi fokus pemerintah

Tambang ilegal di salah satu bukit di Desa Sembalun (IDN Times/Istimewa)

Selain timah, pemerintah juga sedang menata sektor pertambangan lain, seperti nikel dan batu bara. Saat ini sudah ada satuan tugas khusus yang menangani penataan aktivitas tambang, terutama yang berada di kawasan hutan.

Bahlil menyinggung praktik penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP) maupun izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Dia menegaskan kegiatan seperti itu sebagai aktivitas ilegal.

"Tidak ada IUP, tidak ada IPPKH di hutan, masa mau nambang? Ini kan ilegal. Masa kita mau biarkan?" ucapnya.

Editorial Team