Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Praktik Oplos Beras Lazim di Lapangan? Begini Penjelasannya

Ilustrasi beras di pasar (IDN Times/Shemi)
Ilustrasi beras di pasar (IDN Times/Shemi)
Intinya sih...
  • Praktik pencampuran beras bisa dilakukan mengikuti regulasi, yang dilarang adalah mengoplos beras tak sesuai kadar pemerintah
  • Tak boleh pakai SPHP untuk pengoplosan

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi buka suara soal praktik pengoplosan beras yang ramai dibahas. Praktik itu sendiri diungkapkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan), yang menyebut ada 212 merek yang terlibat dalam pengoplosan beras.

Sementara itu, Satgas Pangan Bareskrim Polri menyebut ada beberapa merek beras premium yang diproduksi sejumlah produsen ternama diduga melanggar ketentuan mutu dan takaran pengemasan.

Arief mengatakan, praktik mencampur beras biasa dilakukan oleh pedagang. Namun, pencampuran beras itu harus mengacu pada regulasi terkait standar dan kualitas beras. Adapun kualitas itu bergantung pada kadar air hingga kadar beras pecah (broken rice) yang ada dalam suatu kemasan beras.

"Beras premium, produk speknya adalah kadar air 14 persen, broken maksimum 15 persen. Kalau kadar airnya 16 persen, boleh enggak? Enggak boleh, karena maksimum 14 persen. Kalau 13 persen boleh enggak kadar airnya? Boleh," ucap Arief di kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Selasa (14/7/2025).

1. Praktik pencampuran beras bisa dilakukan mengikuti regulasi

IMG_1853.jpeg
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Arief mengakui, istilah oplos kerap dinilai negatif, seperti yang terjadi pada pengoplosan bahan bakar minyak (BBM). Dia mengatakan, oplos itu sendiri dimaknai sebagai pencampuran suatu produk dengan produk lain yang harganya lebih murah, kemudian dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi.

"Jadi oplos itu biasanya konotasinya negatif karena dulu istilahnya bahan bakar diopolis sama minyak, dioplos sama solar. Maksudnya dioplos sama barang yang lebih murah, kemudian harganya dinaikkan," tutur Arief.

Namun, dia menegaskan, pada beras, praktiknya berbeda. Sebab, dalam satu kemasan, beras utuh (beras kepala) tetap dicampur dengan beras, hanya saja beras pencampurannya dalam bentuk beras pecah, yang dilakukan sesuai kadar yang diatur pemerintah.

"Oplosan itu dulu istilahnya minyak sama sama solar, yang satu lebih mahal, satu lebih rendah terus dicampur. Kalau ini kan beras sama beras toh?" ujar Arief.

2. Yang dilarang adalah mengoplos beras tak sesuai kadar pemerintah

Pedagang beras di Pasar Al Mahirah, Kota Banda Aceh, Aceh. (IDN Times/Mhd Saifullah)
Pedagang beras di Pasar Al Mahirah, Kota Banda Aceh, Aceh. (IDN Times/Mhd Saifullah)

Adapun regulasi mutu beras tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020. Untuk beras premium, kadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 85 persen, dan butir patah (broken) maksimal 14,5 persen.

Tak hanya di SNI, peraturan mutu beras juga turut diperkuat oleh peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu Beras.

Arief mengatakan, yang dilarang bagi pedagang atau produsen adalah mencampur atau mengoplos beras di luar ketentuan tersebut. Misalnya, pada kemasan beras premium, produsen mencampur beras pecah hingga 30 persen.

"Kalau sudah dilabel beras premium, maksimal broken-nya 15 persen, boleh enggak broken-nya 30 persen? Nggak boleh, apapun alasannya," tutur Arief.

3. Tak boleh pakai SPHP untuk pengoplosan

Beras SPHP Bulog. (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Beras SPHP Bulog. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Menanggapi isu beras SPHP Bulog digunakan sebagai campuran dengan beras premium, Arief menegaskan praktik itu dilarang. Sesuai namanya, beras itu dihadirkan untuk Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), di mana dijual Perum Bulog seharga Rp12.500 per kilogram (kg).

"Tapi yang enggak boleh itu misalnya beras SPHP harga Rp12.500, kemudian ini ada beras lain dicampur, terus dijual harganya Rp14 ribu, itu yang enggak boleh maksudnya, karena beras SPHP itu tidak boleh dicampur," ujar Arief.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us