Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-09-10 at 12.15.19.jpeg
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa hadir dalam rapat perdana Kementerian Keuangan dengan Komisi XI. (IDN Times/Triyan).

Intinya sih...

  • Pemerintah tanggung Rp30 ribu per tabung elpiji yang dibeli masyarakat

  • Rincian beban yang ditanggung pemerintah untuk listrik dan pupuk

  • Subsidi energi masih dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah kembali menegaskan komitmennya menanggung selisih harga keekonomian dengan harga yang dibayarkan masyarakat melalui subsidi dan kompensasi energi maupun non-energi. Kebijakan ini disebut sebagai bentuk keberpihakan fiskal agar masyarakat dapat menikmati harga energi yang lebih murah.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan, harga keekonomian pertalite saat ini mencapai Rp11.700 per liter. Namun masyarakat hanya membayar Rp10.000 per liter. Artinya, pemerintah harus menutup selisih Rp1.700 per liter atau sekitar 15 persen melalui kompensasi sehingga subsidi yang digelontorkan sebesar Rp56,1 triliun dan dinikmati lebih dari 157,4 juta kendaraan.

Beban yang lebih besar ditanggung pemerintah untuk bahan bakar solar. Dari harga keekonomian Rp11.950 per liter, masyarakat hanya membayar Rp6.800 per liter.

“Dengan demikian, pemerintah harus menanggung selisih Rp5.150 per liter, setara sekitar 43 persen dari harga keekonomian,” tegas Purbaya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (30/9/2025).

1. Pemerintah tanggung Rp30 ribu per tabung elpiji yang dibeli masyarakat

Ilustrasi LPG Kg (Dok. PPN Sumbagsel).

Sementara itu, untuk elpiji tabung 3 kilogram, subsidi yang diberikan pemerintah mencapai sekitar 70 persen dari harga keekonomian. Ricniannya harga elpiji seharusnya Rp42.750 per tabung tapi hanya dijual Rp12.750. Dengan begitu, pemerintah menanggung selisih Rp30.000 per tabung dengan total subsidi Rp80,2 triliun, disalurkan kepada 41,5 juta pelanggan.

Skema ini membuat harga elpiji tetap terjangkau bagi masyarakat kecil, meskipun di sisi lain menjadi tekanan besar bagi APBN. Di sisi lain, pemerintah menilai subsidi energi masih menjadi instrumen penting untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat. Sementara itu, minyak tanah yang seharusnya Rp11.150 per liter hanya dijual Rp2.500 per liter, sehingga pemerintah menanggung subsidi Rp4,5 triliun bagi 1,8 juta rumah tangga.

“Pola serupa terjadi pada listrik, solar, dan minyak tanah. Ini adalah bentuk keberpihakan fiskal yang akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” tegas Purbaya.

3. Rincian beban yang ditanggung pemerintah untuk listrik dan pupuk

Ilustrasi PLN (IDN Times/Arief Rahmat)

Subsidi listrik juga cukup signifikan. Rumah tangga dengan daya 900 VA hanya membayar Rp600/kWh dari harga keekonomian Rp1.800/kWh atau ada selisih Rp1.200/kWh atau 67 persen subsidi yang harus dibayarkan pemerintah sedangkan pelanggan 900 VA non-subsidi membayar Rp1.400/kWh dari harga keekonomian Rp1.800/kWh sehingga pemerintah memberikan kompensasi Rp400/kWh. Dengan demikian, total subsidi listrik pada 2024 mencapai Rp156,4 triliun dan dinikmati oleh lebih dari 40 juta rumah tangga.

Tak hanya energi, pemerintah juga memberikan subsidi pupuk. Harga keekonomian pupuk urea Rp9.558/kg, namun petani hanya membayar Rp2.250/kg. Adapun pupuk NPK yang seharusnya Rp10.791/kg dijual Rp2.300/kg. Total subsidi pupuk mencapai Rp47,4 triliun untuk 7,3 juta ton pupuk bersubsidi.

"Sejalan dengan hal tersebut, ke depan kita akan terus berusaha agar subsidi dan kompensasi lebih tepat sasaran dan lebih berkeadilan. Selanjutnya, kita akan telah bagaimana subsidi dan kompensasi berkembang dalam beberapa tahun terakhir serta tantangan yang dihadapi," tegasnya.

3. Subsidi energi masih dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu

Ilustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, Purbaya mengakui penyaluran subsidi energi masih belum sepenuhnya tepat sasaran. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), kelompok masyarakat mampu, khususnya desil 8–10, masih menikmati porsi signifikan dari subsidi yang seharusnya diprioritaskan bagi kelompok rentan.

"Sejalan dengan hal tersebut, ke depan kita akan terus berusaha agar subsidi dan kompensasi lebih tepat sasaran dan lebih berkeadilan," tegasnya.

Saat ini, subsidi energi menelan anggaran yang sangat besar. Hingga 31 Agustus 2025, realisasi subsidi dan kompensasi tercatat sekitar Rp218 triliun. Angka tersebut dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak mentah Indonesia (ICP), depresiasi nilai tukar rupiah, serta meningkatnya konsumsi barang bersubsidi.

Editorial Team