[KALEIDOSKOP] Ekonomi Digital Indonesia Subur di Tengah Pandemik

Banyak transformasi ke digital di tengah pembatasan jarak

Jakarta, IDN Times – Perkembangan ekonomi digital di Indonesia begitu pesat dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan di saat pandemik COVID-19 mewabah di Indonesia sejak awal tahun, sektor ekonomi digital mencatatkan pertumbuhan yang makin besar.

Menurut laporan dari Google, Temasek, dan Bain & Company terlihat bahwa proyeksi potensi ekonomi digital di Indonesia sangat luar biasa ke depannya. Namun demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperingatkan bahwa potensi ini tidak akan bisa menjadi sesuatu yang riil dan kongkret apabila tidak disertai dengan pembangunan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang bisa menjangkau semua wilayah Indonesia.

Necessary condition-nya adalah apakah kita akan memiliki infrastruktur yang memungkinkan seluruh orang Indonesia dimanapun mereka berada, tidak ada istilah terluar, terpinggirkan, tertinggal dalam hal ini, mereka bisa mendapatkan akses internet. Makanya kita perlu membangun infrastruktur,” jelas Menkeu saat menjadi salah satu pembicara pada acara Indonesia Fintech Summit 2020, yang diselenggarakan secara virtual pada 11 November 2020, sebagaimana dikutip dari website kementerian.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021, Menkeu mengatakan bahwa pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp413 triliun untuk infrastruktur ditambah Rp30 triliun untuk TIK.

Anggaran ini akan digunakan untuk membangun Base Transmission Station (BTS) di lebih dari 5 ribu desa, untuk pembangunan jaringan internet di lebih dari 12.377 lokasi layanan publik, untuk membangun pusat data nasional, serta anggaran untuk digitalisasi di sektor pendidikan.

Lalu, seperti apa perkembangan ekonomi digital Indonesia sepanjang 2020 ini? Berikut perjalanannya:

Baca Juga: [KALEIDOSKOP] Porak-porandanya Pariwisata Indonesia Dihajar COVID-19

1. Sektor e-commerce meningkat pesat

[KALEIDOSKOP] Ekonomi Digital Indonesia Subur di Tengah Pandemik(Tokopedia) www.tokopedia.com

Pandemik COVID-19 membawa dampak yang sangat menghancurkan pada kesehatan dan ekonomi secara umum. Namun ternyata, wabah asal Tiongkok ini justru menjadi pendorong pertumbuhan di dunia jual-beli online (e-commerce). Hal itu terbukti dari meningkatnya jumlah pedagang yang mendaftar di berbagai platform e-commerce besar, juga meningkatnya jumlah transaksi yang terjadi.

Pasar e-commerce Indonesia bahkan masuk posisi lima besar yang memiliki pertumbuhan terbesar Asia Tenggara, bersama Singapura, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Lembaga keuangan global PPRO memprediksi pertumbuhan pasar e-commerce di Asia Tenggara bakal mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,5 persen pada 2021.

Dalam laporan yang diterima IDN Times, Kamis (17/12/2020), PPRO menyebut pertumbuhan pasar Indonesia berpotensi mengalahkan persaingan dengan India karena jumlah konsumen Indonesia yang melakukan pembelian online telah meningkat pesat. “Sebesar 55 persen konsumen Indonesia mengklaim bahwa mereka membeli secara online sekarang lebih dari sebelumnya,” tulis laporan itu.

Menurut laporan, pada awal 2020, nilai pasar e-commerce Indonesia mencapai 14 miliar dolar AS dan tumbuh pada tingkat 31 persen setahun.

“Pertumbuhan ini dapat dikaitkan dengan konsumen Indonesia yang membeli produk secara online yang sebelumnya hanya dibeli di toko-toko, termasuk obat-obatan (21 persen) dan kosmetik (18 persen). Ini menandai pergeseran dalam kebiasaan pembelian konsumen, yang menghadirkan peluang besar bagi pedagang yang ingin memanfaatkan pasar yang berkembang ini pada 2021,” tambahnya.

Tiga perusahaan e-commerce tercatat merajai pasar pada periode Juli-September 2020, berdasarkan hasil riset perusahaan konsultan marketing MarkPlus, Inc. Mereka adalah Shopee, Tokopedia, dan Lazada. Mereka tercatat menjadi perusahaan e-commerce yang paling banyak digunakan dan paling diingat oleh konsumen berdasarkan survei MarkPlus.

Tokopedia, dalam sebuah wawancara khusus pada Oktober dengan IDN Times, menyebut pandemik telah meningkatkan jumlah pedagang di Tokopedia sebanyak 2 juta orang sejak Januari 2020.

“Kami lihat banyak sekali penjual baru seperti home kitchen, frozen food, kopi literan, dan lainnya,” kata COO Tokopedia Melissa Siska Juminto.

Ia lebih lanjut mengatakan bahwa penjualan kategori makanan siap masak tumbuh lebih dari tiga kali lipat. Selain itu, transaksi pada kategori olahraga pun meningkat hampir tiga kali karena banyak orang yang tidak bisa keluar rumah, melakukan kegiatan olahraga indoor.

2. Kenaikan transaksi digital atau uang elektronik

[KALEIDOSKOP] Ekonomi Digital Indonesia Subur di Tengah PandemikTelkomsel dan ShopeePay menjalin kerja sama. (IDN Times/Istimewa).

Angka transaksi digital atau penggunaan uang elektronik juga meningkat pesat selama pandemik. Pada September lalu, Bank Indonesia mencatat kenaikan transaksi digital atau uang elektronik sejak pemberlakuan PSBB mencapai 64,48 persen dan volume transaksi digital bertumbuh 37,35 persen secara tahunan.

Industri ini juga dinilai memiliki potensi besar untuk bertumbuh, terlebih dengan adanya kecenderungan masyarakat Indonesia untuk menggunakan sistem pembayaran non-tunai ketika berbelanja secara online selama pandemik COVID-19.

Berdasarkan survei MarkPlus kepada 502 responden terhadap penggunaan dompet digital dalam tiga bulan terakhir, terjadi peningkatan transaksi digital, khususnya di masa pandemik COVID-19.

“Dari hasil survei tersebut, kami melihat adanya kecenderungan peningkatan transaksi secara digital, karena masyarakat lebih memilih memenuhi kebutuhannya secara online," kata Head of High Tech, Property & Consumer Goods Industry MarkPlus, Inc. Rhesa Dwi Prabowo dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/9/2020).

Ia mengatakan bahwa dompet digital (e-wallet) yang paling banyak digunakan adalah ShopeePay.

“Di sini ShopeePay unggul dengan pangsa pasar sebesar 26 persen dari total volume transaksi e-wallet di Indonesia, disusul OVO (24 persen dari total), GoPay (23 persen dari total), kemudian DANA (19 persen dari total) dan LinkAja (8 persen dari total),” jelasnya.

Baca Juga: [KALEIDOSKOP] Daftar Lengkap Stimulus COVID-19 sepanjang Tahun Ini

3. Kontribusi fintech ke ekonomi Indonesia

[KALEIDOSKOP] Ekonomi Digital Indonesia Subur di Tengah PandemikIlustrasi transaksi digital (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Pada November lalu Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan bahwa fintech telah membawa kontribusi yang lebih positif bagi perekonomian Indonesia. Fintech juga semakin mempermudah akses pembiayaan bagi masyarakat.

“Saya tahu layanan fintech telah berkembang sangat pesat. Kontribusi fintech pada pinjaman nasional di 2020 mencapai Rp128,7 triliun, meningkat 113 persen year on year. Sampai September terdapat 89 penyelenggara fintech yang berkontribusi Rp9,87 triliun pada layanan jasa keuangan. Rp15,5 triliun disalurkan equity crowdfunding. Ini perkembangan luar biasa,” ujarnya.

Untuk itu, ia pun berharap bahwa para inovator fintech tidak hanya menjadi penyalur pinjaman maupun pembayaran online, tetapi juga penggerak utama literasi keuangan digital bagi masyarakat.

“Para inovator fintech juga harus mengembangkan diri secara terus-menerus untuk menjalankan fungsi agregator dan inovatif credit scoring. Memberikan layanan equity crowdfunding dan project financing,” katanya.

4. UMKM bertransformasi ke digital

[KALEIDOSKOP] Ekonomi Digital Indonesia Subur di Tengah PandemikIlustrasi UMKM. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Digitalisasi telah menjadi jalan bagi banyak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di masa pandemik saat ini. Bahkan menurut Kepala UKM Center Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, Zakir Machmud, digitalisasi sangat dibutuhkan oleh pelaku UMKM di masa pandemik COVID-19, khususnya bagi UMKM konvensional.

“Sekarang salah satu cara bertahan di saat pandemik adalah digitalisasi,” katanya Zakir Machmud, Selasa (24/11/2020).

Ia pun mengakui bahwa hal ini akan membuka peluang baru bagi industri dalam banyak hal dan pada akhirnya membantu mendorong perekonomian.

“Jangan lupa, bahwa dengan digital itu ada peluang baru juga yang akan muncul. Peluang baru ini akan besar efeknya dalam perekonomian. Istilahnya dalam perubahan itu pasti ada yang dikalahkan (looser) dan yang bangkit (gainer),” katanya.

Sayangnya saat ini baru 10-11 juta UMKM yang terhubung dengan ekosistem digital, sebagaimana disampaikan Penggagas Program Pahlawan Digital UMKM, Putri Tanjung dalam diskusi interaktif di Jakarta pada Rabu (11/11/2020), sebagaimana dimuat di website Kementerian UMKM.

Sementara menurut Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Eddy Satriya pada Agustus, saat itu baru 13 persen dari total 63 juta pelaku UMKM yang telah masuk ke dalam ekosistem digital.

Tantangan yang dihadapi sektor ini untuk berkembang juga cukup besar, mulai dari menurunnya jumlah pelanggan di saat pandemik, kurangnya infrastruktur yang memadai hingga kekurangan modal untuk menjalankan usaha.

Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM, Fiki Satari mengatakan bahwa, sebanyak 45 persen pelaku UKM hanya mampu bertahan selama 3 bulan dalam kondisi ekonomi di masa pandemik ini. Sementara berdasarkan survei Asian Development Bank (ADB) terkait dampak pandemi terhadap UMKM di Indonesia, 88 persen usaha mikro kehabisan kas atau tabungan, dan lebih dari 60 persen usaha mikro kecil ini sudah mengurangi tenaga kerjanya.

Untuk membantu UMKM bertransisi dan bertransformasi secara digital agar dapat beradaptasi dengan model bisnis baru, pemerintah telah mengembangkan sejumlah inisiatif seperti gerakan seribu startup, dukungan bagi startup unicorn dan decacorn, dan jaringan serat optik sepanjang 35.000 km.

“Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar dan untuk mempercepat perkembangan ekonomi digital, tahun lalu kami telah mencapai tonggak sejarah lain dalam pengembangan konektivitas ketika kami selesai membangun proyek Palapa Ring Broadband menggunakan skema Public Private Partnerships”, jelas Sri Mulyani pada Oktober.

Ia lebih lanjut memaparkan bahwa bahwa arah kebijakan pemerintah untuk mendorong reformasi digitalisasi dan inovasi telah tercermin dalam APBN 2021. Pemerintah mendorong inklusi konektivitas dengan menyediakan akses internet kepada 4.000 desa dan kecamatan di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar).

“Defisit fiskal tahun depan ditetapkan 5,7% dari PDB. Hal ini untuk mengakomodasi banyak prioritas termasuk mendukung proses pemulihan dan investasi sektor TIK (teknologi informasi dan komunikasi),” ungkapnya.

5. Peringkat Indonesia dalam penggunaan digitalisasi dalam bisnis

[KALEIDOSKOP] Ekonomi Digital Indonesia Subur di Tengah PandemikIlustrasi ekonomi digital (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Survei DBS Digital Treasurer 2020 menyebutkan bahwa penggunaan digitalisasi dalam bisnis di Indonesia menempati peringkat ke-7 di antara negara-negara di Asia Pasifik, bahkan di posisi ke-3 di kawasan Asia Tenggara.

Riset ini berdasarkan jajak pendapat yang meneliti sekitar 1.700 corporate treasurers, CEO, CFO, dan pemilik bisnis se-Asia-Pasifik (APAC). Hasilnya, sekitar 26 persen perusahaan di Indonesia sudah memiliki strategi yang jelas dalam hal kesiapan digital.

Di kawasan Asia Tenggara, kesiapan digital bisnis-bisnis Indonesia hanya kalah dibandingkan dua negara, Singapura dengan 45 persen dan Thailand 32 persen. Sementara jika diperluas ke kawasan Asia Pasifik, masih ada Hongkong dengan 44 persen, Jepang sebesar 41 persen, Taiwan sebesar 39 persen, dan Korea Selatan sebesar 39 persen.

Group Head of Institutional Banking, DBS Bank, Tan Su Shan, mengatakan dampak teknologi terhadap bisnis belum pernah senyata saat ini.

“Di tengah gejolak akibat pandemik, solusi digital menjadi penyambung hidup bagi sebagian besar bisnis secara global, terlepas dari ukuran atau industrinya. Saat memulai kenormalan berikutnya, kita harus memetakan arah baru dan siap untuk terus berubah dan beradaptasi dengan keadaan baru,” katanya Oktober lalu.

Baca Juga: [KALEIDOSKOP] Perjalanan Sektor Ritel Dihajar Pandemik Sepanjang Tahun

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya