Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-06-24 at 16.11.38 (2).jpeg
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah sebut pertumbuhan ekonomi 2026 realistis ditetapkan pada angka 5,2 persen (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya sih...

  • Akurasi dan ketepatan data menjadi lebih penting

  • Pemerintah gunakan DTSEN sebagai pengganti DTKS

  • BPS sebut penundaan rilis demi menjaga ketepatan dan kualitas data

Jakarta, IDN Times - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyayangkan keputusan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunda rilis data kemiskinan dan tingkat ketimpangan Indonesia. Rilis tersebut semula dijadwalkan pada hari ini, pukul 11.00 WIB, namun dibatalkan secara mendadak tanpa penjelasan yang jelas.

Ketua Banggar DPR, Said Abdullah, mengatakan, data BPS termasuk data kemiskinan, merupakan referensi penting bagi lembaga pemerintah, pelaku usaha, serta lembaga legislatif dalam mengambil keputusan.

“Rekomendasi Banggar dari dulu hingga sekarang, data merupakan kata kunci dalam setiap pengambilan kebijakan. Dengan data, kita bisa mengevaluasi apa yang telah dilakukan sekaligus merencanakan langkah ke depan,” ujar Said, Selasa (15/7/2025).

1. Akurasi dan ketepatan data menjadi lebih penting

Ilustrasi kantor BPS. (IDN Times/Angelina Nibennia Zega)

Meski menyayangkan penundaan, Said menyatakan langkah BPS menunda rilis data bisa dibenarkan, jika data yang akan disampaikan belum lengkap. Ia menilai akurasi dan kelengkapan data jauh lebih penting daripada sekadar memenuhi jadwal rilis.

“Kalau datanya memang belum lengkap, sebaiknya tidak perlu diumumkan. Lebih baik jujur dan meminta maaf kepada publik jika data belum lengkap,” tegasnya.

2. Pemerintah gunakan DTSEN sebagai pengganti DTKS

Ilustrasi kemiskinan. (IDN Times/Arief Rahmat)

Said juga menyinggung pentingnya data kemiskinan dalam konteks sistem penyaluran bantuan sosial. Saat ini, pemerintah bersama DPR telah sepakat menggunakan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai pengganti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

“DTSEN merupakan data terbaru dan menjadi pegangan kita semua dalam memahami data terpadu kesejahteraan sosial. Memang harus menunggu data resmi dari BPS, walaupun disesalkan jika sampai terlambat. Seharusnya tidak boleh ada keterlambatan, karena apapun ceritanya, BPS itu menjadi rujukan setiap bulan bagi pelaku ekonomi, Badan Anggaran, dan komisi-komisi terkait,” tambahnya.

3. BPS sebut penundaan rilis demi menjaga ketepatan dan kualitas data

Ilustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu, dalam pengumuman resminya, BPS menyatakan penundaan rilis dilakukan sebagai bagian dari upaya menjaga ketepatan dan kualitas data yang akan disampaikan.

“Dalam rangka memastikan ketepatan dan kualitas data, Badan Pusat Statistik (BPS) akan menunda waktu rilis angka kemiskinan dalam beberapa waktu yang akan kami umumkan segera,” tulis BPS dikutip dari situs resmi BPS.

BPS menegaskan, penyesuaian ini merupakan bagian dari komitmen mereka dalam menyajikan informasi statistik yang akurat dan dapat dipercaya.

“Penyesuaian ini dilakukan sebagai bentuk komitmen BPS untuk menghadirkan data dan informasi statistik yang akurat dan tepercaya bagi seluruh pengguna data,” lanjut pernyataan tersebut.

Tingkat kemiskinan Indonesia terakhir kali diumumkan pada periode September 2024, yakni sebesar 8,57 persen dari total populasi. Penundaan rilis ini bukan yang pertama dilakukan BPS tahun ini karena sebelumnya, pada 15 Mei 2025, BPS juga secara mendadak menunda pengumuman data ekspor dan impor yang rutin dirilis setiap pertengahan bulan.

Editorial Team