3 Hal Ini Bikin Subsidi Kendaraan Listrik Gak Tepat Sasaran

Subsidi diberikan untuk pembelian motor dan mobil listrik

Jakarta, IDN Times - Subsidi kendaraan listrik masih menimbulkan polemik lantaran dianggap tidak tepat sasaran oleh sejumlah pihak. Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad pun mengamini hal tersebut.

Menurut Tauhid, subsidi kendaraan listrik sebenarnya bagus jika melihat best practice di beberapa negara, seperti China dan India. Di dua negara tersebut, tujuan subsidi yang ditujukan untuk memudahkan rakyatnya memiliki kendaraan listrik juga dilakukan untuk mendukung industri di dalam negeri.

"China mengembangkan industri itu diperuntukkan bagi produk mereka sendiri. Kalau you beli produk dalam negeri, saya kasih subsidi, begitu intinya maka demand-nya meningkat untuk produk yang diproduksi dia sendiri. Otomatis kan itu membela kepentingan industri," ucap Tauhid saat dihubungi IDN Times, Rabu (7/6/2023).

Hal sama pun terjadi di India. Subsidi kendaraan listrik diberikan tepat sasaran untuk mengembangkan industrinya di dalam negeri.

Tauhid pun kemudian menjabarkan tiga hal yang membuat subsidi kendaraan listrik di Indonesia tidak tepat sasaran. Berikut ulasannya.

Baca Juga: Kenapa Subsidi Gak Mempan Bikin Orang Tertarik Konversi Motor Listrik?

1. Ketiadaan visi industri

3 Hal Ini Bikin Subsidi Kendaraan Listrik Gak Tepat SasaranPeresmian penggunaan kendaraan listrik sebagai mobil dinas di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. (dok. Kemenko Marves)

Di Indonesia, subsidi kendaraan listrik mengorbankan visi industri sehingga tidak berjalan seperti praktik di China dan India. Hal itu tercermin lewat syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 40 persen.

TKDN, sambung Tauhid, tidak mencerminkan nilai tambah buat industri kendaraan listrik di dalam negeri. Nilai tambah sebuah produk yang terbesar datang dari research and development (RnD), desain, dan post manufaktur.

"Makanya saya mendorong kenapa visi industri itu dikembalikan ketika kita ada momentum uang pemerintah Rp4 triliun, Rp5 triliun, tapi industri dalam negeri gak berkembang. Kita hanya senang dengan 40 persen yang real-nya tidak mencerminkan nilai tambah dari 40 persen tersebut karena dia hanya fisiknya, tapi larinya ke negara-negara yang punya teknologi, bahan baku, dan sebagainya," beber dia.

Baca Juga: Subsidi Kendaraan Listrik Disebut Tidak Tepat untuk UMKM

2. Tidak sampai target masyakat dengan ekonomi menengah ke bawah

3 Hal Ini Bikin Subsidi Kendaraan Listrik Gak Tepat SasaranElectrum dan Gogoro Bangun Ekosistem Kendaraan Listrik Roda Dua di Indonesia (Dok. Istimewa)

Kemudian yang kedua, subsidi kendaraan listrik tidak sampai ke masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Pemerintah telah menetapkan subsidi motor listrik sebesar Rp7 juta, tetapi harga motor listrik tersebut masih cukup mahal buat masyarakat dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah.

"Meski harganya sudah dikurangi Rp7 juta, masih relatif mahal. Behavior masyarakat miskin senang membeli motor bekas ketimbang baru, karena harganya lebih murah. Tetap ujungnya orang mampu yang dapat," kata Tauhid.

Tauhid menambahkan, masyarakat kurang mampu hanya memiliki dua isu terkait kendaraan. Pertama dari sisi harga dan kedua dari sisi kemanfaatan. Selama motor konvensional itu bisa jalan dan harganya murah maka mereka akan tetap memilihnya dibandingkan motor listrik.

"Di kita, selama ada harga BBM murah, ya orang akan melihat ngapain harus ganti apalagi di motor listrik banyak brand-brand baru yang belum dikenal," ucap dia.

Baca Juga: Deretan Perusahaan yang Kepincut Garap Industri Kendaraan Listrik RI

3. Perbedaan nominal subsidi

3 Hal Ini Bikin Subsidi Kendaraan Listrik Gak Tepat Sasaranilustrasi subsidi (IDN Times/Aditya Pratama)

Hal terakhir yang membuat subsidi kendaraan listrik tidak tepat sasaran adalah dari sisi nominalnya. Menurut Tauhid, nominal subsidi antara mobil dan motor yang terlalu jomplang satu sama lain.

"Orang kaya disubsidi 28-70 juta buat mobil, orang miskin 7 juta gitu. Jadi kalau mau proporsional pada akhirnya diberikan subsidi adalah ya bedakan subsidi antara orang mampu sama tidak mampu," ujar Tauhid.

Hal itu tentu membuat masyarakat awam melihat orang kaya mendapatkan nominal subsidi lebih besar padahal mestinya subsidi tersebut membuat orang tidak mampu justru bisa mendapatkan kendaraan listrik lebih mudah.

"Saya sih setuju untuk kendaraan listrik, tapi cara berpikirnya, cara pengembangannya jangan separuh-separuh karena nggak bisa kayak gitu," kata Tauhid.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya