Anggota G20 Sepakat Terapkan Pajak Digital dan Pajak Minimum Global

Diharapkan bisa diterapkan mulai 2023

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, negara-negara anggota G20 telah menyepakati dua pilar di dalam perpajakan internasional.

Hal itu disampaikan Sri Mulyani setelah berakhirnya pertemuan pertama menteri keuangan dan gubernur bank sentral atau The First G20 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting (FMCBG), yang digelar sejak Kamis (17/2/2022) hingga Jumat (18/2/2022).

"Kesepakatan yang sifatnya historis di bidang international taxation, yaitu disepakatinya dua pilar. Pertama, menyangkut prinsip-prinsip perpajakan untuk sektor digital, dan pilar kedua adalah menyangkut bagaimana bisa menghilangkan atau mengindari praktik-praktik base erotion profit shifting (BEPS), dan tax avoidance, serta tax evation," tutur Sri Mulyani, dalam konferensi pers FMCBG, Jumat malam.

Baca Juga: Di Forum G20, Sri Mulyani Pamer Keberhasilan RI Pulihkan Ekonomi 

1. Kesepakatan dalam pilar pertama dan kedua

Anggota G20 Sepakat Terapkan Pajak Digital dan Pajak Minimum Globalilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Di dalam pilar pertama, negara-negara anggota G20 sepakat untuk menerapkan pajak digital kepada perusahaan-perusahaan yang telah mengglobal.

Selama ini, banyak perusahaan digital yang menjual produknya di bukan negara asalnya. Indonesia pun menjadi salah satu target pasarnya, tetapi kemudian lokasi kantor pusatnya berada di luar negeri. Dengan begitu, meski beroperasi di Indonesia, perusahaan tersebut tak membayar pajak.

"Selama ini isu tersebut sangat tegang di antara negara-negara G20 dan seluruh dunia, dan kini disepakati mekanisme perpajakan untuk perusahaan digital yang bergerak global," kata Sri Mulyani.

Adapun pada pilar kedua, negara-negara anggota G20 menyepakati pemberlakuan pajak minimum global atau tax minimum global. Penerapan pajak minimum global ini diharapkan bisa membuat negara-negara di dunia bisa mencegah upaya penghindaran pajak dari perusahaan-perusahaan.

"Global minimum taxation untuk perusahan-perusahaan yang bergerak antar negara agar upaya penghindaran pajak bisa dicegah oleh semua negara di dunia," ucap Sri Mulyani.

2. Kesepakatan 2 pilar perpajakan internasional diharapkan bisa diterapkan pada 2023

Anggota G20 Sepakat Terapkan Pajak Digital dan Pajak Minimum Globalilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Sri Mulyani pun melanjutkan, dalam FMCBG Presidensi G20 Indonesia 2022 disepakati pula monitoring atau pengawasan terhadap pelaksanaan dua pilar tersebut, setelah prinsip-prinsip di dalamnya tercapai.

Tahun 2023 diharapkan bisa menjadi periode pelaksanaan dua pilar tersebut. Maka dari itu, dibutuhkan pengawasan agar kedua pilar itu bisa direalisasikan menjadi sebuah kebijakan yang efektif.

"Dalam pertemuan kali ini disepakati untuk pilar dua bisa dijalankan sebagai suatu kebijakan yang efektif pada 2023. Untuk pilar satu yang membutuhkan suatu kesepakatan mulitalteral, juga diharapkan bisa disepakati dan dilaksanakan pada 2023," ujar Sri Mulyani.

3. Anggota G20 sepakat beri bantuan untuk realisasikan dua pilar perpajakan internasional

Anggota G20 Sepakat Terapkan Pajak Digital dan Pajak Minimum GlobalThe First G20 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting (FMCBG). (dok. Panitia Nasional Presidensi G20 Indonesia)

Sri Mulyani pun menyadari, target yang begitu cepat tersebut membuat banyak negara membutuhkan bantuan teknis, mulai dari membuat aturan perpajakan hingga peningkatan kapasitas Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di masing-masing negara.

"Oleh karena itu, di dalam G20 ini juga disepakati akan adanya dukungan untuk peningkatan kapasitas bagi negara-negara berkembang yang membutuhkan bantuan, untuk mengimplementasikan dua pilar itu sesuai dengan kesepakatan waktu yang disebut sangat ambisius, yaitu pada tahun 2023," papar dia.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya