Butuh Ribuan Triliun, Begini Cara Sri Mulyani Atasi Perubahan Iklim

Indonesia butuh anggaran lebih dari Rp3.000 triliun

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kebutuhan dana yang diperlukan Indonesia dalam upaya menurunkan CO2 atau emisi karbon mencapai lebih dari Rp3.000 triliun. Angka tersebut berdasarkan perhitungan 2nd Biennale Update Report 2018.

"Di dalam reprt 2018 disebutkan kebutuhan anggaran untuk menurunkan CO2 atau mencapai tekad penurunan CO2 adalah Rp3.461 triliun sampai dengan 2030," kata Sri Mulyani, dalam pidato kuncinya yang membuka Webinar Green Economy Outlook 2022, Selasa (22/2/2022).

Namun, belakangan angka tersebut naik menjadi Rp3.779 triliun seiring dengan semakin besarnya krisis yang terjadi akibat perubahan iklim.

Jumlah tersebut dinilai sebagai angka yang signifikan oleh Sri Mulyani sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di dalam fiscal framework digunakan untuk mendukung segala langkah dalam penurunan emisi karbon tersebut.

Baca Juga: COP26: Uni Eropa Minta Semua Negara Terapkan Pajak Karbon

1. Perpajakan untuk mendukung pembiayaan dalam penurunan CO2

Butuh Ribuan Triliun, Begini Cara Sri Mulyani Atasi Perubahan IklimMenteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Dalam menggunakan APBN, Sri Mulyani menyatakan pemerintah memanfaatkan dari sisi penerimaan negara atau perpajakan guna membantu pembiayaan dalam upaya penurunan emisi karbon.

"Pemerintah menggunakan policy perpajakan untuk bisa memberikan insentif bagi dunia usaha agar kemudian melihat kesempatan di dalam investasi di perekonomian hijau sebagai satu kesempatan atau peluang yang baik," kata dia.

Ada banyak kebijakan perpajakan yang digunakan pemerintah untuk membantu pembiayaan dalam upaya penurunan CO2. Kebijakan tersebut di antaranya adalah tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk impor, pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN), dan penerapan pajak penghasilan ditanggung pemerintah (PPH DTP), serta pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk kegiatan geothermal yang mengembangkan panas bumi dan energi terbarukan atau renewable energy.

"Ini adalah desain APBN menggunakan tools perpajakan dengan harapan bahwa beban dari dunia usaha untuk bisa masuk berinvestasi di bidang-bidang ekonomi hijau, terutama energi terbarukan bisa terakselerasi," ucap Sri Mulyani.

Baca Juga: [KALEIDOSKOP] Menanti Pajak Karbon untuk Penanganan Krisis Iklim

2. Pajak karbon

Butuh Ribuan Triliun, Begini Cara Sri Mulyani Atasi Perubahan IklimIlustrasi Pajak Karbon (IDN Times/Aditya Pratama)

Kebijakan perpajakan teranyar guna mendukung upaya penurunan CO2 adalah pajak karbon. Pajak karbon terdapat dalam Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang baru disahkan tahun lalu.

"Ini adalah sebuah instrumen kebjakan untuk bisa mendorong perilaku dari kegiatan ekonomi, terutama sektor swasta agar semakin memasukkan konsekuensi dari kegiatan ekonomi dalam bentuk emisi karbon di dalam hitungan investasi mereka," kata Sri Mulyani.

Dengan demikian, sambung dia, Indonesia akan terus bisa menjalan kegiatan ekonominya, tetapi dengan kesadaran yang semakin tinggi dan konsisten terhadap langkah-langkah nyata mengurangi krisis akibat perubahan iklim.

"Pengenaan carbon tax ini merupakan sebuah sinyal dan gestur yang kuat karena ini akan menjadi sebuah pelengkap dari mekanisme pasar karbon," ucap Sri Mulyani.

Baca Juga: Kemenkeu: Biaya Global Dibutuhkan untuk Atasi Perubahan Iklim

3. Climate change budget tagging

Butuh Ribuan Triliun, Begini Cara Sri Mulyani Atasi Perubahan IklimIlustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain dari sisi penerimaan negara, pemerintah juga turut menggunakan APBN dari sisi belanja untuk membantu upaya penaganan perubahan iklim. Pemerintah, kata Sri Mulyani, dalam belanjanya baik belanja barang maupun belanja modal mengalokasikan anggaran untuk menangani perubahan iklim atau climate change budget tagging.

"Kemenkeu telah memperkenalkan climate change budget tagging yang dedicated untuk perubahan iklim dan sudah dikembangkan sejak 2016," tutur dia.

Namun demikian, Sri Mulyani mengungkapkan, alokasi untuk climate change budget tagging di dalam APBN masih belum cukup untuk berperan untuk menangani isu perubahan iklim.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menuturkan bahwa alokasi APBN yang sudah ditandai untuk dukungan terhadap perubahan iklim hanya 4,1 persen.

"Ini pasti tidak memadai, jumlahnya hanya Rp86,7 triliun per tahun," ujar Sri Mulyani Webinar Climate Change Challenge yang dilaksanakan oleh Universitas Indonesia, Jumat (11/6/2021).

Idealnya, Indonesia membutuhkan anggaran hingga Rp266,2 triliun per tahun untuk menangani isu perubahan iklim. Anggaran sebesar itu diakui Sri Mulyani baru mampu digunakan untuk memenuhi Nationally Determined Contributions (NDCs) berdasarkan Paris Agreement sebesar 29 hingga 41 persen.

4. Pemerintah daerah juga didorong untuk berperan dalam upaya penanganan perubahan iklim

Butuh Ribuan Triliun, Begini Cara Sri Mulyani Atasi Perubahan IklimIlustrasi perubahan iklim (Unsplash/Ciprian Morar)

Meski begitu, Sri Mulyani tidak menampik jika peran pemerintah sangat signifikan dalam upaya penanganan perubahan iklim. Dengan alokasi anggaran yang hanya 4,1 persen atau Rp86,7 triliun per tahun, mau tak mau pemerintah berusaha memobilisasi berbagai pihak untuk ikut melakukan komitmen perubahan iklim melalui peran serta mereka, termasuk di daerah.

"(Pemerintah) Daerah di dalam APBD-nya harus semakin menunjukkan komitmen untuk meng-address isu climate change ini dan kami sudah mendukung melalui berbagai instrumen. Saat ini ada 11 daerah yang diuji cobakan, yakni tujuh daerah provinsi, tiga kabupaten, dan satu kota," jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani menambahkan bahwa pada tahun ini pihaknya bersiap menambah lagi enam daerah untuk ikut dalam program regional climate change budget tagging tersebut. Dengan demikian, nantinya ada 17 daerah yang diharapkan bisa membantu pemerintah pusat untuk berperan aktif menangani isu perubahan iklim.

Bendahara negara itu pun berharap agar ada lebih banyak pimpinan daerah yang memahami isu perubahan iklim tersebut dan mulai meletakkannya sebagai prioritas dalam setiap kebijakan yang mereka ambil.

"Kita berharap kalau seluruh daerah mengikutinya maka ini akan memberikan double power dari APBD dan APBN di dalam memanngani masalah isu perubahan iklim," tutur Sri Mulyani.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya