DPR Bingung TikTok Shop Ngotot Jualan di Medsos

DPR minta ada ketegasan dari Kemendag

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VI DPR, Amin AK mengungkapkan kebingungannya terhadap TikTok Shop yang masih beroperasi di platform media sosial TikTok meski sudah mengakuisisi platform e-commerce Tokopedia.

Amin pun menyatakan hal tersebut melanggar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Dalam beleid tersebut jelas diatur bahwa mesti ada pemisahan antara media sosial dan e-commerce. Amin mengatakan, TikTok yang sudah memiliki Tokopedia mestinya memanfaatkan e-commerce tersebut untuk mengoperasikan TikTok Shop, bukan malah memaksakan di aplikasi media sosialnya.

"Ini aneh karena mereka baru saja mengakuisisi 75 persen saham Tokopedia. Mengapa mereka tidak menggunakan platform e-commerce Tokopedia untuk aktivitas jualan? Kami terkejut dengan apa yang dilakukan manajemen TikTok di Indonesia," kata Amin dalam pernyataannya, dikutip Rabu (17/1/2024).

Baca Juga: Pelepasan Saham Tokopedia ke TikTok, Strategi GOTO Tingkatkan Value

1. Kemendag diminta tegas berikan sanksi ke TikTok

DPR Bingung TikTok Shop Ngotot Jualan di MedsosMenteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan (Zulhas). (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Amin yang juga merupakan anggota DPR Fraksi PKS ini kemudian meminta komitmen, ketegasan, dan konsistensi Kementerian Perdagangan (Kemendag) soal sanksi terhadap TikTok yang melanggar Permendag Nomor 31/2023.

Tuntutan Amin itu sejalan dengan pernyataan pemerintah kala mengundangkan aturan tersebut pada September 2023 lalu. Waktu itu, pemerintah menyampaikan secara terbuka siap memberikan sanksi bagi platform yang terbukti melanggar Permendag Nomor 31/2023.

Sanksi tersebut mulai dari peringatan tertulis, dimasukkan ke dalam daftar hitam (blacklist), pemblokiran sementara layanan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam negeri atau luar negeri hingga pencabutan izin usaha.

"Pemerintah harus konsisten menegakkan aturan. Rambu-rambu yang ada harus dipastikan tidak dilanggar. Jika dilanggar, harus dijatuhi sanksi tegas, misalnya dengan mencabut izin perdagangannya. Selama aturan itu dilaksanakan maka penguasaan pasar secara dominan atau monopoli sulit dilakukan," tutur Amin.

Baca Juga: Cek Fakta! Seberapa Besar Kontribusi TikTok-Tokopedia buat Ekonomi RI

2. Sanksi diberikan ke TikTok, bukan Tokopedia

DPR Bingung TikTok Shop Ngotot Jualan di MedsosIlustrasi logo TikTok

Amin menambahkan, sanksi tersebut tidak ada kaitannya dengan Tokopedia meskipun platform e-commerce tersebut sudah diakuisisi oleh TikTok lewat penguasaan 75 persen saham.

Amin menyatakan, peringatan diberikan secara proporsional terlebih pelanggaran tersebut sudah diingatkan oleh KemenkopUKM.

"Meskipun TikTok menguasai saham Tokopedia. Artinya, jika TikTok ngotot menerabas aturan maka sanksi diberikan ke TikTok," ujar Amin.

3. Buka lagi di Indonesia, TikTok kena tegur pemerintah

DPR Bingung TikTok Shop Ngotot Jualan di MedsosKonferensi pers Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 12.12 Tokopedia-TikTok di Tokopedia Tower, Jakarta, Selasa (12/12/2023). (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Sebelumnya diberitakan, TikTok kembali kena tegur pemerintah karena dianggap operasionalnya masih berjalan sebagai socio commerce, bukan diarahkan ke Tokopedia yang telah digandengnya.

Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari, mengingatkan TikTok agar mematuhi aturan pemerintah untuk tidak menggabungkan media sosial dengan e-commerce.

"Saya melihat apa yang sudah terjadi mulai kemarin di 12.12 dan program Beli Lokal. Namun, mereka masih berjualan di media sosialnya. Seharusnya tidak boleh, secara regulasi dilarang bahwa media sosial adalah platform komunikasi, sedangkan TikTok melakukan transaksi," ujar Fiki Satari Desember lalu.

Pihaknya menyayangkan kembalinya TikTok Shop masih belum disertai dengan perubahan berarti, terutama untuk aktivitas belanja dan transaksi yang masih bisa dilakukan pada platform media sosial.

Dia menekankan seharusnya media sosial hanya digunakan sebagai sarana promosi, sedangkan transaksi bisa dilakukan di marketplace.

"Dari sisi medsosnya, kami ingin membuka ruang link out pada platform atau web lainnya. Catatan-catatan ini sudah banyak sekali kami bahas, sangat rawan terkait penyalahgunaan data dan algoritma," kata Fiki.

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya