Inflasi Biang Kerok yang Bikin Kemiskinan di RI Naik

Inflasi akibat harga komoditas energi dan pangan naik

Jakarta, IDN Times - Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) mengungkapkan, naiknya angka kemiskinan pada September 2022 sebagai dampak dari inflasi yang terjadi pada pertengahan tahun lalu.

Kepala BKF Kemenkeu, Febrio Kacaribu mengatakan bahwa pada 2022 lalu Indonesia dihadapkan pada tekanan inflasi yang bersumber dari peningkatan harga komoditas global khususnya energi dan pangan akibat perang di Ukraina.

"Kenaikan tipis angka kemiskinan pada September 2022 terkait erat dengan kenaikan inflasi bahan pangan pada periode Juni, Juli, Agustus, dan September yang sempat
mencapai puncaknya di 11,5 persen pada Juli 2022. Keputusan pemerintah untuk menaikkan subsidi energi menjadi Rp551 triliun menjadi faktor utama menjaga angka kemiskinan. Selain juga gerak cepat menurunkan inflasi pangan," tutur Febrio dalam pernyataan resminya, Selasa (17/1/2023).

Baca Juga: Penduduk Miskin di Indonesia Naik Jadi 26,36 Juta Orang 

1. Penurunan rasio gini

Inflasi Biang Kerok yang Bikin Kemiskinan di RI NaikIlustrasi Grafik Penurunan (IDN Times/Arief Rahmat)

Namun demikian, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (Rasio Gini) pada September 2022 tercatat sebesar 0,381, menurun 0,003 poin dari Maret 2022 yang mencapai 0,384.

Febrio mengatakan, penurunan Rasio Gini dipengaruhi oleh penurunan ketimpangan di perkotaan dan perdesaan. Masing-masing menurun tipis 0,001 dari posisi Maret 2022.

"Upaya pemerintah untuk mendorong inklusivitas pertumbuhan ekonomi terlihat dari penurunan ketimpangan baik di perkotaan maupun perdesaan. Bahkan, ketimpangan di perdesaan juga terus menunjukkan perbaikan dibandingkan level pra-pandemik," ucap dia.

Baca Juga: Garis Kemiskinan RI Naik 5,95 Persen, Tertinggi dalam 9 Tahun!

2. Tingkat kemiskinan diproyeksikan menurun

Inflasi Biang Kerok yang Bikin Kemiskinan di RI NaikIlustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Di sisi lain, Febrio memproyeksikan tingkat kemiskinan ke depannya akan kembali menurun.

Hal itu lantaran inflasi bahan pangan (volatile food) yang menunjukkan tren penurunan signifikan dari September 2022 (9 persen year on year) hingga Desember 2022 (5,6 persen year on year).

Hal itu juga didukung dengan perbaikan kondisi ketenagakerjaan. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2022 meningkat mencapai 68,63 persen dan ini akan mendorong perbaikan pendapatan masyarakat.

“Ke depan, pemerintah perlu menjaga momentum penurunan inflasi dan mengakselerasi realisasi belanja pada triwulan-I 2023 untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan," ujar Febrio.

3. Garis kemiskinan naik, tertinggi dalam sembilan tahun terakhir

Inflasi Biang Kerok yang Bikin Kemiskinan di RI NaikIlustrasi kemiskinan (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Sebelumnya diberitakan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan garis kemiskinan (GK) pada September 2022 naik hingga 5,95 persen.

Angka itu merupakan kenaikan yang tertinggi dalam 9 tahun terakhir, tepatnya sejak September 2013.

"Peningkatan garis kemiskinan di September 2022 sebesar 5,95 persen merupakan peningkatan tertinggi dalam 9 tahun terakhir, tepatnya sejak September 2013. Pada saat itu GK meningkat 6,84 persen poin pasca kenaikan harga BBM," kata Kepala BPS, Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Senin (16/1/2023).

Baca Juga: Ekonominya Meroket, Begini Potret Kemiskinan di Maluku Utara

4. Garis kemiskinan per kapita sebesar Rp535 ribu pada September 2022

Inflasi Biang Kerok yang Bikin Kemiskinan di RI NaikIlustrasi Kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

BPS juga melaporkan, garis kemiskinan dalam rupiah pada September 2022 sebesar Rp535.547 per kapita per bulan. Angka itu lebih tinggi dari Maret 2022 yang sebesar Rp505.469.

Pada September 2022, GK perkotaan mencapai Rp552.349, lebih tinggi dari perdesaan yang mencapai Rp513.170. Sementara itu, kenaikan GK perdesaan sebesar 5,98 persen, lebih tinggi dari perkotaan yang hanya meningkat 5,92 persen.

Margo mengatakan, komoditas makanan memiliki pengaruh besar pada garis kemiskinan, dengan kontribusi 74,15 persen. Sementara itu, bukanan makanan memberikan kontribusi 25,85 persen.

Jika garis kemiskinan naik, maka akan berpengaruh pada jumlah penduduk miskin. Sebab, akan lebih banyak penduduk dengan pendapatan di bawah GK sehingga tergolong menjadi penduduk miskin.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya