Kesadaran Konsumen soal Hidup Sehat Pengaruhi Industri Minuman Ringan

Pembelian minuman jus sempat tumbuh setelah COVID-19

Jakarta, IDN Times - Setelah pandemik COVID-19, terdapat pergeseran gaya hidup masyarakat dalam membeli produk-produk minuman ringan dalam kemasan. Demi hidup lebih sehat, masyarakat mulai memilih produk minuman yang dibeli dengan melihat tabel komposisinya.

Salah satu komponen dalam minuman yang jadi pertimbangan masyarakat adalah kadar gula di dalamnya. Semakin besar kadar gula dalam minuman, maka ada kemungkinan produk tersebut tidak dibeli dan dikonsumsi oleh masyarakat.

Hal tersebut diakui oleh Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Triyono Prijosoesilo. Menurut Triyono, hal itu sempat terjadi pada 2021-2022 atau masa-masa awal setelah hilangnya status pandemik COVID-19 dan berpengaruh pada penjualan minuman sehat seperti jus.

"Awareness pasti terjadi, cuma awareness untuk kemudian menjadi action itu step yang ada lanjutan lagi. Kita melihat 2021-2022 pertumbuhan beberapa kategori seperti minuman jus itu naik, tapi kemudian setelah itu agak turun lagi. Jadi kita melihat bahwa sebenarnya oke awal-awal mungkin masyarakat aware dan mungkin ingin minum yang lebih sehat dengan asumsi jus ya tentunya produk-produk buah, tapi ternyata setelah beberapa lama itu agak turun," tutur Triyono kepada awak media, di Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Baca Juga: Pelaku Industri Minuman Ringan Akui Gerai Minuman Sebagai Kompetitor

1. Butuh keterlibatan dari pelaku usaha

Kesadaran Konsumen soal Hidup Sehat Pengaruhi Industri Minuman RinganPenampilan ITZY di acara launching Coca-Cola® K-Wave Zero Sugar (dok.istimewa)

Berkaca dari hal tersebut, mengubah habit atau kebiasaan masyarakat untuk mengonsumsi minuman yang lebih sehat bukanlah satu hal yang instan.

Triyono mengatakan, perubahan kebiasaan itu butuh waktu dan perlu dukungan berupa awareness campaign dan edukasi yang terus menerus dari sisi pelaku usaha.

"Kami di industri minuman tentunya melihat itu makanya tadi saya sampaikan banyak sudah anggota kami yang meluncurkan produk-produk yang rendah kalori, less sugar ataupun zero sugar. Itu bagian daripada mempersiapkan diri untuk menanggapi atau menjawab perubahan dari sisi pola konsumsi masyarakat," ujarnya.

2. Kebijakan cukai minuman berpemanis tidak tepat

Kesadaran Konsumen soal Hidup Sehat Pengaruhi Industri Minuman Ringanilustrasi minuman ringan (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Oleh sebab itu, Triyono menilai penetapan cukai bagi minuman berpemanis bukan merupakan kebijakan yang tepat.

"Secara prinsip terkait dengan cukai kita melihat itu bukan kebijakan yang tepat. Kalau tujuannya adalah untuk kesehatan, mari kita lihat yang lebih besar seperti apa, tujuannya seperti apa karena kita tahu industri minuman ataupun produk minuman siap saji itu bukan kontributor utama dari sisi kalori," tutur Triyono.

Baca Juga: Pengusaha: Kebijakan Cukai Minuman Berpemanis Tidak Tepat

3. Industri minuman ringan tidak punya banyak kontribusi ke diabetes

Kesadaran Konsumen soal Hidup Sehat Pengaruhi Industri Minuman Ringanilustrasi diabetes (pexels.com/ Nataliya Vaitkevich)

Menurut Triyono, minuman ringan terutama minuman berpemanis tidaklah memiliki banyak kontribusi terhadap penyakit seperti obesitas dan diabetes.

Pada dasarnya konsumsi pangan masyarakat terdiri dari olahan dan non-olahan. Minuman berpemanis yang termasuk pangan olahan hanya memiliki presentase sebesar 30 persen.

"Jadi kalau dibilang kontribusinya kita industri minuman terkait dengan asupan kalori yang menyebabkan obesitas dan diabetes kami meyakini itu kecil," kata Triyono.

Baca Juga: Pelaku Usaha: 2019-2021 Tahun Menyedihkan buat Industri Minuman Ringan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya