PGEO Diragukan Bisa Tingkatkan Kapasitas 600MW pada 2027

PGEO saat ini punya kapasitas sendiri sebesar 672 MW

Jakarta, IDN Times - Salah satu pemanfaatan dana IPO PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) adalah untuk mendukung rencana pengembangan kapasitas panas bumi terpasang sebesar 600 megawatt (MW) hingga 2027 mendatang.

Sebagaimana diketahui, dari IPO yang dilakukan Februari kemarin, PGEO berhasil meraup dana hingga Rp9,056 triliun.

Berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar ragu PGEO bisa merealisasikan rencana peningkatan kapasitas terpasang sendiri sebesar 600 MW dalam waktu lima tahun.

Menurut Bisman, anak usaha Pertamina tersebut terlalu optimistis dengan rencana itu padahal sampai saat ini masih ada beberapa kebijakan pengusahaan panas bumi yang masih belum mendukung.

"Sangat sulit merealisasikan pengembangan 600 MW dalam waktu singkat karena kita tahu masih ada persoalan kebijakan soal harga jual, perizinan, masalah oversupply listrik, dan hal-hal dukungan lainnya," ujar dia dalam pernyataan yang dikutip Jumat (14/4/2023).

Baca Juga: DPR Sebut Insiden di Pertamina Bikin Saham PGEO Anjlok

1. Butuh waktu lama untuk untung

PGEO Diragukan Bisa Tingkatkan Kapasitas 600MW pada 2027Ilustrasi Pembangkit Listrik Panas Bumi (Dok. Pertamina)

PGEO sekarang memiliki kapasitas sendiri sebesar 672 MW yang telah dikembangan selama 40 tahun.

Hal itu mengacu pada pembangunan PLTP Kamojang Unit-1 sebagai wilayah kerja pertama milik perseroan yang dibangun pada tahun 1983.

"Faktanya bisnis geothermal tidak menjanjikan dalam jangka waktu pendek," kata Bisman.

Baca Juga: Saham PGEO Turun Terus, Imbas Kebakaran Depo dan Kilang Pertamina?

2. Ada risiko tinggi eksplorasi panas bumi

PGEO Diragukan Bisa Tingkatkan Kapasitas 600MW pada 2027Ilustrasi Pembangkit Listrik Panas Bumi (Dok. Pertamina)

Di sisi lain, eksplorasi panas bumi masih memunculkan risiko tersendiri untuk PGEO. Di dalam prospektusnya, PGEO secara terang-terangan menjelaskan pihaknya harus menanggung risiko tinggi dari proses eksplorasi.

Hal ini menjadikan proses pemanfaatan serta pengembangan panas bumi akan berjalan lama dan tetap diiringi risiko kegagalan yang juga tidak sedikit.

Sebagai contoh, PGEO telah mengebor sejumlah sumur di Wilayah Kerja Penambangan (WKP) Ulubelu yang ditargetkan dapat memasok uap ke unit pembangkit tambahan. Namun,hasil dari sumur tersebut tidak memenuhi harapan perseroan.

PGEO pun mengebor sumur tambahan, termasuk make-up well untuk memastikan adanya pasokan uap yang cukup untuk menggerakkan pembangkit listrik.

Kemudian di WKP Hululais, PGEO telah mengebor 10 sumur tambahan untuk memastikan pasokan uap yang cukup untuk menggerakkan pembangkit listrik. Adapun, tiga dari sumur tersebut mengalami permasalahan well integrity dan tidak layak dioperasikan secara komersial.

"Akibatnya, perseroan perlu mengamankan dan memperbaiki sumur tersebut, yang mengharuskan perseroan untuk mengeluarkan biaya tak terduga dan tidak terdapat jaminan bahwa perseroan tidak akan harus menangguhkan sumur-sumur lebih lanjut di masa depan," tulis Manajemen PGEO dalam prospektusnya.

Baca Juga: Belum Jadi Pilihan buat EBT, Ini Sulitnya Mengembangkan PLTP

3. Pengembangan PLTP masih sulit

PGEO Diragukan Bisa Tingkatkan Kapasitas 600MW pada 2027Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). (Dok. Pertamina)

Secara umum, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) diprediksi masih belum jadi pilihan utama dalam pengembangan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) hingga 2030. Hal itu lantaran masih banyaknya tantangan dari industri geothermal.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Mirah Midadan mengungkapkan, risiko tinggi pada proses eksplorasi dan biaya yang tidak murah jadi tantangan yang dihadapi PLTP dibandingkan pembangkit EBT lainnya.

"Biaya konstruksinya tidak murah dan hal-hal seperti ini melekat pada pembangunan proyek PLTP," ucap Mirah dalam pernyataannya, dikutip Selasa (11/4/2023).

Berdasarkan skenario optimasi geothermal dan EBT merujuk Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2015-2050, diproyeksikan total kapasitas pembangkit listrik pada 2030 dari sektor EBT paling besar berasal dari PLTA dan PLTS.

PLTA diproyeksikan berkontribusi sebesar 25 Gigawatt (GW), sedangkan PLTS sebesar 14 GW. Sementara itu, kontribusi PLTP masih di bawah PLTA dan PLTS.

"Untuk PLTP sendiri hanya menyumbangkan sekitar 9,3 GW," kata Mirah.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya