Sektor Pariwisata Belum Bangkit, Pemerintah Bantu Lewat Insentif Pajak

Insentif pajak imbas dari adanya pajak hiburan

Jakarta, IDN Times - Pemerintah menyatakan industri pariwisata saat ini masih jadi sektor yang masih belum sepenuhnya bangkit akibat Pandemik COVID-19 yang terjadi pada 2020 silam. Oleh karena itu, bantuan masih diperlukan sektor tersebut untuk bisa bangkit.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah bersiap memberikan insentif bagi sektor pariwisata. Harapannya, hal tersebut bisa membantu sektor tersebut pulih dan mampu memperbaiki keuangannya.

"Tidak semua sektor pariwisata dari segi keuangannya sudah recover, masih dalam restructuring. Jadi pemerintah akan memberikan kemudahan dalam bentuk pajak yang ditanggung pemerintah atau dalam format lain yang nilainya 10 persen dari pajak penghasilan," tutur Airlangga di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (23/1/2024).

Airlangga menambahkan, insentif tersebut masih terus dikaji dan dibicarakan dengan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati.

1. Insentif dari daerah imbas dari diberlakukannya UU HKPD

Sektor Pariwisata Belum Bangkit, Pemerintah Bantu Lewat Insentif Pajakilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Airlangga pun mengungkapkan, sektor pariwisata kini bisa mendapatkan insentif daerah. Hal itu imbas dari mulai diberlakukannya Undang Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau UU HKPD.

Sebagai informasi, UU HKPD resmi diundangkan pada 5 Januari 2022 dan mulai berlaku pada 5 Januari 2024.

"UU HKPD Pasal 101 diberikan kemsepatan untuk pejabat daerah atas nama kepejabatannya untuk memberikan insentif. Jadi itu sudah diberikan di dalam UU HKPD bisa memberikan insentif di bawah 70 persen bahkan bisa 40 persen atas nama investasi," kata Airlangga.

Baca Juga: Tingginya Tarif Pajak Hiburan Berdampak ke Sektor Pariwisata

2. Pengusaha tidak tertarik dengan insentif pajak

Sektor Pariwisata Belum Bangkit, Pemerintah Bantu Lewat Insentif PajakKonferensi Pers Pengusaha soal Tarif Pajak Hiburan (IDN Times/Triyan)

Di sisi lain, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Hariyadi Sukamdani, mengatakan insentif fiskal berupa pengurangan pajak tersebut tidak menarik bagi pengusaha apabila tarif pajak hiburan tetap ditetapkan sebesar 40 persen hingga 75 persen.

Kendati begitu, apabila pemerintah membatalkan tarif pajak hiburan tinggi tersebut, maka pemberian insentif PPh DTP tersebut bisa menarik dan membantu pengusaha.

"Itu dalam kondisi UU Nomor 1 Tahun 2022 sudah menjadi kompositif, tentu sudah tidak menarik. Kecuali kalau ini bisa dibatalkan dan kembali kepada sisi yang lama itu baru menarik. Kalau sekarang tidak menarik," ujar Hariyadi.

3. Pajak hiburan 40-75 persen dapat mematikan dunia usaha

Sektor Pariwisata Belum Bangkit, Pemerintah Bantu Lewat Insentif PajakHotman Paris (Instagram/hotmanparisofficial)

Sementara itu, pengusaha Hotman Paris menilai tarif pajak hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen akan sangat memberatkan dan bisa mematikan dunia usaha. Belum lagi, ditambah dengan pajak lainnya, bisa-bisa para pengusaha menyetorkan pajak hampir 100 persen ke kas negara.

"Kalau dihitung-hitung hampir 100 persen pajak yang kita bayar," kata Hotman.

Asal tahu saja, merujuk Pasal 58 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Baca Juga: Sandiaga Sebut Tiket Pesawat Domestik Mahal, Bikin Berat Pariwisata

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya