Terancam Diusir, 1 Juta Mahasiswa Asing Sumbang Rp644 Triliun ke AS

Ada sekitar 9.000 mahasiswa Indonesia belajar di AS

Jakarta, IDN Times - Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap institusi pendidikan saat pandemik COVID-19 berdampak terhadap nasib para pelajar asing di negeri Paman Sam.

Menurut data yang dirilis Departemen Luar Negeri dan Institute of International Education (IIE), ada sebanyak 1,1 juta mahasiswa yang menempuh pendidikan tingkat tinggi di negara itu pada 2018-2019, atau 5,5 persen dari total partisipasi.

Kini, dengan peraturan imigrasi terbaru, mereka terancam diusir dari Amerika Serikat. Seperti dipublikasikan di situs resmi lembaga imigrasi, mahasiswa asing harus angkat kaki dari negara itu, jika kampus mereka melangsungkan aktivitas belajar online secara penuh pada semester musim gugur ini. Mahasiswa yang sudah berada di luar negeri takkan diizinkan masuk.

Baca Juga: Trump Ancam Usir Pelajar Asing, Begini Respons Mahasiswa Indonesia

1. Mahasiswa asing memberikan banyak kontribusi terhadap perekonomian Amerika Serikat

Terancam Diusir, 1 Juta Mahasiswa Asing Sumbang Rp644 Triliun ke ASPerayaan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat di Mount Rushmore, Keystone, Dakota Selatan, Amerika Serikat, pada 3 Juli 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Tom Brenner

Seperti dilaporkan Reuters, mahasiswa asing membayar biaya kuliah yang jauh lebih tinggi dibandingkan banyak mahasiswa dalam negeri. Secara langsung, uang dari mereka digunakan oleh pengurus kampus untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Bahkan, komunitas sekitar juga turut merasakan kontribusi mereka.

Berdasarkan laporan Departemen Perdagangan yang dikutip IIE, sebanyak 1,1 juta mahasiswa asing itu berkontribusi sebesar Rp644 triliun terhadap perekonomian Amerika Serikat pada 2018.

Tak sampai di situ, kelompok advokasi pendidikan internasional (NAFSA) memperkirakan mereka juga mendukung sekitar 460.000 lapangan kerja selama 2018-2019. Sebagian besar, menurut perkiraan itu, berada di bidang pendidikan tinggi itu sendiri. Sisanya menguntungkan area transportasi, ritel, serta asuransi kesehatan.

Mayoritas mahasiswa asing juga banyak yang membiayai pendidikan mereka sendiri. Laporan IIE menyebut 57 persen dari mereka merogoh kocek sendiri atau mendapatkan bantuan finansial dari anggota keluarga. Sedangkan, sebanyak lima persen berasal dari pemerintah asing, universitas asing, atau sponsor luar negeri.

2. Sebagian besar mahasiswa asing berasal dari Tiongkok. Mereka juga banyak membeli properti di Amerika Serikat

Terancam Diusir, 1 Juta Mahasiswa Asing Sumbang Rp644 Triliun ke ASLulusan Universitas Negara Bagian California San Macros melakukan perayaan dengan parade mobil saat pandemik COVID-19 di San Macros, California, Amerika Serikat, pada 15 Mei 2020. REUTERS/Mike Blake

Di antara 1,1 juta mahasiswa asing yang kuliah di Amerika Serikat, mayoritas berasal dari Tiongkok. Kemudian disusul India dan Arab Saudi. Keberadaan mahasiswa Tiongkok menguntungkan industri properti di Amerika Serikat.

National Association of Realtors yang menaungi para agen real estate melaporkan pembelian properti oleh warga Tiongkok mencapai Rp431 triliun dalam 12 bulan hingga Maret 2018. Baru 12 bulan berikutnya angka itu menurun menjadi Rp192 triliun, salah satunya karena cekcok antara pemerintah Amerika Serikat dengan Tiongkok.

Asosiasi itu pun mengungkap bahwa 10 persen dari pembelian properti diperuntukkan bagi mahasiswa. Ini menjadikan mahasiswa Tiongkok sebagai yang paling banyak menempati properti sendiri dibandingkan keseluruhan pembeli internasional.

3. Mahasiswa Indonesia masih memantau perkembangan situasi

Terancam Diusir, 1 Juta Mahasiswa Asing Sumbang Rp644 Triliun ke ASMahasiswa Sekolah Pascasarjana Arsitektur, Perencanaan dan Pelestarian Universitas Columbia (GSAPP) sehari sebelum upacara kelulusan di Manhattan, Kota New York, Amerika Serikat, pada 15 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Andrew Kelly

Amerika Serikat juga menjadi salah satu tujuan favorit mahasiswa Indonesia untuk belajar. Menurut laporan Kedutaan Besar Amerika Serikat, per 2020 ada hampir 9.000 orang Indonesia yang menempuh pendidikan di negara tersebut.

Mereka pun berharap cemas dengan aturan terbaru Trump tersebut. Presiden Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (Permias) di Washington DC Aqsha Azhary Nur menuturkan kepada IDN Times, bahwa pihaknya terus memantau situasi sembari terus berkoordinasi dengan kantor-kantor perwakilan diplomatik Indonesia.

Aqsha mengatakan Permias mendesak Kedutaan Besar Indonesia untuk menghubungi lembaga imigrasi Amerika Serikat. Kemudian, mahasiswa juga diimbau segera berkomunikasi dengan kantor internasional di masing-masing kampus.

Ia menjelaskan sejak Maret hingga Mei lalu sudah ada 545 mahasiswa yang pulang ke Indonesia. Sayangnya, data Juni belum tersedia karena tidak lagi diperbarui. Ia menyebut keputusan para mahasiswa kembali ke Tanah Air tidak disebabkan kebijakan visa.

"Kepulangan mereka bukan terkait status visa ini, melainkan karena COVID, kelas-kelas shift (beralih) ke online, dan itu uncertainty (ketidakpastian) pada waktu itu," kata Aqsha dalam sebuah pesan tertulis kepada IDN Times

Baca Juga: Pelajar Asing Terancam Dideportasi dari AS Bila Ikut Kuliah Daring

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya