Transaksi Nontunai Meningkat, Jepang Kehabisan Nomor Kartu Kredit

COVID-19 membuat warga Jepang pilih transaksi cashless

Jakarta, IDN Times - Perusahaan kartu kredit Jepang sedang mengalami masalah. Di tengah melonjaknya belanja online dan transaksi nontunai akibat pandemik COVID-19, mereka kehabisan angka untuk dipakai sebagai nomor seri kartu kredit.

Harian Mainichi Shimbun melaporkan perusahaan-perusahaan tersebut kesulitan memenuhi peraturan nomor 16 digit yang berlaku selama ini. Apalagi kebutuhan berbelanja masyarakat bukannya menurun, melainkan meningkat.

1. 16 digit nomor kartu kredit memudahkan kerja sama dengan bank-bank internasional

Transaksi Nontunai Meningkat, Jepang Kehabisan Nomor Kartu KreditJalan yang hampir kosong terlihat setelah pemerintah mengumumkan status darurat akibat penyebaran virus corona di Tokyo, Jepang, pada 13 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato

Sangat wajar bagi perusahaan kartu kredit untuk mengeluarkan produk yang bisa dipakai di sebanyak mungkin lokasi, tak terkecuali di luar negeri. Oleh karena itu, mayoritas dari 280 perusahaan memakai nomor kartu sebanyak 16 digit agar memudahkan mereka dalam bekerja sama dengan korporasi internasional seperti Visa dan Mastercard.

Menurut aturan, enam digit pertama yang tertera pada kartu menunjukkan negara, merek, kemudian informasi lainnya. Sementara 10 sisanya adalah nomor dan jenis rekening. Ini ditentukan oleh perusahaan yang menerbitkan kartu kredit tersebut.

Baca Juga: Jepang Dorong Para Pengusaha Agar Pegawai Dibolehkan Kerja Jarak Jauh

2. Pemerintah mendorong masyarakat menggunakan transaksi nontunai

Transaksi Nontunai Meningkat, Jepang Kehabisan Nomor Kartu KreditIlustrasi. unsplash.com/Blake Wisz

Sebelum pandemik, tepatnya pada Oktober 2019, Perdana Menteri Shinzo Abe mendorong masyarakat Jepang untuk memilih pembayaran non-tunai. Bahkan, pemerintah memperkenalkan sistem poin setelah pajak konsumsi di negara itu meningkat dari delapan menjadi 10 persen.

Ia berambisi menambah rasio pembayaran non-tunai sebesar 40 persen pada 2025 menjadi 80 persen. Menurut Asosiasi Pembayaran Jepang, saat ini rasio transaksi cashless Jepang masih sekitar 20 persen. Sementara negara-negara tetangga yang tak kalah dalam mengadopsi teknologi lebih tinggi. Misalnya, Tiongkok sebanyak 66 persen dan Korea Selatan 96 persen.

Ini lantaran masih ada 84 persen rumah tangga yang memakai uang kertas dan koin untuk berbelanja dalam jumlah sedikit. Contoh, untuk pembayaran di atas 10.000 yen (Rp1,4 juta) hingga 50.000 yen (Rp7 juta), sebanyak 48,5 persen memilih menggunakan tunai, dan hanya 3,4 persen saja yang memakai non-tunai.

3. Solusinya adalah menambahkan satu digit lagi

Transaksi Nontunai Meningkat, Jepang Kehabisan Nomor Kartu KreditSuasana di distrik Sugamo, sebuah area yang populer di antara orang tua Jepang, di Tokyo, pada 15 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato

Menurut seorang eksekutif di perusahaan kartu kredit Jepang, solusi dari masalah ini adalah menambahkan satu digit angka sehingga ada total 17 digit dalam satu kartu. Akan tetapi, solusi ini pun masih menjadi perdebatan mengingat perlu ada percobaan khusus demi mencegah pemalsuan.

Selain itu, biaya percobaan juga kemungkinan mencapai miliaran yen dan perusahaan enggan membebankannya kepada pengguna kartu kredit. Artinya, mereka yang harus menanggungnya sendiri.

"Meski kami mau melakukan apa saja yang memungkinkan untuk menghindari penambahan digit angka, saya rasa pada akhirnya pilihan satu-satunya adalah menangggung biaya itu sendiri," kata dia.

Baca Juga: Nontunai Kian Diminati, Transaksi Contactless Tumbuh 700 Persen 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya