Jakarta, IDN Times - Pengangguran berpendidikan, menjadi dua kata yang saling berkaitan dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya pascapandemik COVID-19 menyerang dunia lima tahun lalu. Dunia belum sepenuhnya pulih akibat hal tersebut dan berimbas ke banyaknya jumlah pengangguran, bahkan dari kalangan berpendidikan tinggi atau yang berstatus sarjana.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025 menunjukkan, jumlah penduduk yang bekerja mencapai 145,77 juta orang. Angka tersebut mengalami kenaikan secara tahunan atau year on year (yoy) sebanyak 3,59 juta orang dibandingkan Februari 2024.
Sayangnya, sebanyak 7,28 juta orang masih hidup sebagai pengangguran di republik ini. BPS menyebut, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2025 ada sebesar 4,76 persen. Hal itu berarti ada lima orang pengangguran dari tiap 100 orang angkatan kerja.
Untuk informasi, TPT merupakan indikator yang digunakan BPS untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja dan menggambarkan kurang termanfaatkannya pasokan tenaga kerja.
Merujuk data tersebut, sebanyak 6,2 persen atau 1,01 juta orang lulusan universitas atau berstatus diploma IV, S1, S2, bahkan S3 belum memiliki pekerjaan alias masih menganggur. Kemudian sebanyak 4,84 persen atau sekitar 177.399 orang lulusan diploma I/II/III juga masih menganggur.
Di sisi lain, lulusan SMA dan SMK juga cukup banyak menyumbang jumlah pengangguran di Indonesia saat ini. Lulusan SMK yang menganggur sampai saat ini sebanyak 1.628.517 orang (8 persen), sedangkan lulsan SMA menganggur tercatat 2.038.893 orang (6,3 persen). Jumlah pengangguran tertinggi disumbang oleh lulusan SD dan SMP, yakni sebanyak 2.422.846 orang (3 persen).
Terkait solusi pengangguran, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli menjelaskan, mesti melihatnya dari dua sisi, yakni ketersediaan tenaga kerja dan permintaan terhadap tenaga kerja.
"Saya tetap melihat bahwa solusi pengangguran itu, kita harus melihatnya dari dua sisi, yaitu supply dan demand. Saya bicara demand-nya dulu. Jadi, kondisi global itu adalah sesuatu yang memang kita harus mitigasi, tapi bersamaan dengan itu, kondisi dalam negeri harus kita optimalkan. Sudah jelas bahwa pemerintah, pak presiden memiliki program prioritas yang menghabiskan sekian ratus triliun. Sepertinya kita masih banyak wait and see," tutur dia saat menghadiri Kajian Tengah Tahun (KTT) Indef 2025 pada awal Juli lalu.