Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan dolar AS melemah terhadap mata uang lainnya karena didorong oleh ekspektasi inflasi yang lebih rendah. Dolar AS juga melemah karena investor mengalihkan aset mereka ke aset berisiko karena penjualan ritel AS meningkat lebih dari yang diharapkan.
"Penjualan Ritel AS naik 1,0 persen month to month (mom) lebih tinggi dari perkiraan yakni 0,9 persen. Lebih tinggi juga dari periode sebelumnya sebesar 0,1 persen mom. Seiring dengan permintaan aset berisiko, semua indeks pasar saham AS naik. DJIA, S&P500, dan NASDAQ, masing-masing naik 2,15 persen, 1,92, dan 1,79. Secara keseluruhan, indeks dolar AS turun 0,44 persen menjadi 108,06. Pekan lalu, dolar AS menguat, terutama karena kekhawatiran resesi global membayangi pasar keuangan," kata Josua saat dikonfirmasi IDN Times pada Senin (18/7/2022).
Adapun, pertumbuhan ekonomi China yang lebih lemah mendorong sentimen risk-off di pasar, dan melemahkan mayoritas mata uang Asia. Pertumbuhan ekonomi China turun menjadi 0,4 persen year on year (yoy), lebih rendah dari perkiraan yakni 1,2 persen, dan lebih rendah dari kuartal sebelumnya sebesar 4,8 persen.