Deretan pelamar kerja ngantre di stand job fair milik Alfamart. (IDN Times/Fariz Fardianto)
Sementara itu, dalam konteks makro, janji penciptaan 19 juta lapangan kerja yang diusung pemerintah dinilai Rizal belum menujukkan hasil substansial.
"Angka pengangguran masih berkisar 7,28 juta orang, sementara kasus PHK justru meningkat. Ini menandakan bahwa ekspansi ekonomi yang terjadi belum diikuti dengan perluasan kesempatan kerja yang inklusif," kata dia.
Pada akhir 2024 saat Prabowo-Gibran baru menjabat, tepatnya pada November, Satu Data Kemnaker mencatat ada 67.870 orang tenaga kerja yang terkena PHK.
Memasuki tahun baru atau awal pemerintahan Prabowo-Gibran, angka PHK cenderung meningkat selama periode Januari-Februari 2025. Pada Januari terdapat 9.497 orang terkena PHK dan kemudian meningkat menjadi 17.796 tenaga kerja kena PHK per Februari 2025.
Angka PHK tercatat mengalami penurunan per Maret 2025 menjadi hanya 4.987 orang dan kembali turun menjadi 3.794 orang kena PHK pada April 2025. Namun, pada Mei 2025 jumlah tenaga kerja yang terkena PHK kembali naik menjadi 4.702 orang.
Sementara pada Juni-Agustus 2025, tenaga kerja yang terkena PHK menurut Satu Data Kemnaker cenderung mengalami penurunan. Pada Juni 2025 ada 1.609 orang kena PHK, lalu pada Juli 2025 terdapat 1.118 tenaga kerja kena PHK, dan pada Agustus 2025 ada 830 orang menjadi korban PHK.
Jika ditotal selama Januari-Agustus 2025 atau selama setahun kurang lebih pemerintahan Prabowo-Gibran ada 44.333 orang yang terkena PHK. Angka tersebut bisa lebih besar lagi mengingat adanya kemungkinan perusahaan yang tidak melaporkan data PHK ke Kemnaker.
"Dengan demikian, tantangan besar bagi pemerintah ke depan bukan hanya soal menarik investasi, tetapi memastikan setiap investasi benar-benar menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja yang berkelanjutan bagi masyarakat," ujar Rizal.