Asuransi Jiwasraya. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Pada November 2018, OJK merevisi pengesahan cadangan premi jiwasraya 2017. Ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp10,24 triliun. Pada Juni 2019, Kejati DKI Jakarta mulai mendalami kasus Jiwasraya. Pada Desember 2019, Kejagung lantas mengambil alih penanganan kasus Jiwasraya. Kasus itu ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus mulai Selasa (17/12).
"Penyidikan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi yang melibatkan grup-grup tertentu. Ini ada 13 grup perusahaan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik," kata Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin dalam Konferensi Pers di Kejaksaan Agung (Kejagung), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/12).
Burhanuddin kemudian memaparkan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi yang dilakukan PT Asuransi Jiwasraya. Pertama, penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, lima persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik. Sementara, 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Kedua, penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp14,9 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, hanya dua persen yang dikelola oleh manajer investasi Indonesia dengan kinerja baik. Sementara, 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.
Atas transaksi tersebut, PT Asuransi Jiwasraya hingga Agustus 2019 menanggung kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun. Namun, angka itu kata Burhanuddin hanya perkiraan awal.
Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb