Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)
Sementara itu, ketidakpastian arah kebijakan tarif AS dan meningkatnya tensi geopolitik turut menekan pasar keuangan global, termasuk Indonesia. Kekhawatiran terhadap dampak lanjutan dari kebijakan perdagangan unilateral dan potensi perlambatan ekonomi global mendorong investor untuk bersikap wait and see.
“Dalam jangka pendek, nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak dalam kisaran Rp16.175–Rp16.245 per dolar AS, sementara imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun diproyeksikan berada di rentang 6,50 persen–6,70 persen,” bebernya.
Dari pasar keuangan domestik, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka stabil di level 6.865 pada awal perdagangan pagi ini. Pembukaan yang relatif datar ini mencerminkan sikap hati-hati investor terhadap kondisi global dan domestik. Sejumlah sektor mengalami tekanan jual. Sektor properti dan real estat tercatat turun 0,51 persen, sementara sektor konsumen non-siklikal melemah 0,39 persen. Pelemahan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek permintaan dalam negeri dan sentimen jangka pendek terhadap sektor-sektor defensif.
"Pelaku pasar saat ini cenderung menunggu kejelasan arah pasar global, termasuk perkembangan terkait kebijakan tarif AS, pergerakan harga energi, dan rilis data ekonomi dari negara mitra dagang Indonesia. Dari sisi domestik, posisi cadangan devisa Indonesia naik tipis menjadi USD 152,6 miliar pada Juni 2025, dari USD 152,5 miliar pada Mei. Kenaikan ini ditopang oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penerbitan global bond pemerintah, di tengah kebijakan stabilisasi nilai tukar oleh Bank Indonesia," katanya menegaskan.