Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Intinya sih...

  • RI harus hitung lebih rinci dampak tarif Trump ke stabilitas ekonomi nasional

  • Pertumbuhan ekonomi Vietnam tembus 7,96 persen di kuartal II

  • Muncul kekhawatiran dampak lanjutan dari kebijakan perdagangan unilateral

Jakarta, IDN Times – Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menjelaskan pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait penerapan tarif resiprokal yang akan diberlakukan mulai 1 Agustus mendatang menjadi sorotan utama para pelaku usaha. Kebijakan tersebut akan diterapkan kepada negara-negara yang belum mencapai kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat hingga tenggat waktu yang telah ditentukan.

“Langkah ini memberikan waktu tambahan bagi mitra dagang AS untuk melakukan negosiasi ulang, namun juga menimbulkan ketidakpastian baru terhadap arah kebijakan perdagangan global,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/7/2025).

1. RI harus hitung lebih rinci dampak tarif trump ke stabilitas ekonomi nasional

GAmbar Susunan Kata Donald Trump (https://www.pexels.com/id-id/foto/30918022/)

Tenggat negosiasi tarif resiprokal dengan Amerika Serikat akan berakhir pada 9 Juli 2025, setelah Presiden Trump memutuskan untuk menunda pemberlakuan tarif bagi Indonesia dan sejumlah negara lainnya selama 90 hari.

Jika kebijakan tarif ini resmi diberlakukan pada 1 Agustus, maka Indonesia, menurut Andry, dapat mulai memperkirakan dampaknya terhadap stabilitas ekonomi nasional sejak awal bulan tersebut.

“Khususnya menghitung dampak terhadap nilai tukar rupiah, inflasi, penyesuaian suku bunga acuan, serta urgensi peningkatan kerja sama bilateral,” ujarnya.

2. Pertumbuhan ekonomi Vietnam tembus 7,96 persen di kuartal II

(Ilustrasi pertumbuhan ekonomi) IDN Times/Arief Rahmat

Selain kebijakan tarif Amerika Serikat, keputusan OPEC+ untuk mempercepat kenaikan produksi minyak mentah juga menjadi perhatian pasar. OPEC+ sepakat menaikkan produksi sebesar 548.000 barel per hari (bph) pada Agustus 2025, meningkat dari rata-rata kenaikan bulanan sebelumnya sebesar 411.000 bph.

Langkah ini bertujuan untuk mengembalikan sekitar 80 persen dari pemangkasan sukarela sebesar 2,2 juta bph yang sebelumnya dilakukan delapan produsen utama OPEC. Namun, sejauh ini realisasi peningkatan produksi masih berada di bawah target, dengan sebagian besar pasokan tambahan berasal dari Arab Saudi.

Perkembangan lainnya berkaitan dengan kinerja ekonomi yang berhasil mencuri perhatian pelaku pasar dengan mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang impresif. Produk domestik bruto (PDB) negara tersebut tumbuh sebesar 7,96 persen (year-on-year) pada kuartal II 2025, meningkat dari 6,93 persen pada kuartal sebelumnya. Ini merupakan laju pertumbuhan tercepat sejak kuartal III 2022.

"Peningkatan ini memperkuat optimisme terhadap target pertumbuhan tahunan Vietnam yang dipatok minimal 8 persen, sekaligus menegaskan posisi negara tersebut sebagai destinasi utama investasi asing langsung di Asia Tenggara. Perkembangan ini juga memperkuat intensitas persaingan intra-ASEAN dalam menarik arus modal global," ungkapnya.

3. Muncul kekhawatiran dampak lanjutan dari kebijakan perdagangan unilateral

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu, ketidakpastian arah kebijakan tarif AS dan meningkatnya tensi geopolitik turut menekan pasar keuangan global, termasuk Indonesia. Kekhawatiran terhadap dampak lanjutan dari kebijakan perdagangan unilateral dan potensi perlambatan ekonomi global mendorong investor untuk bersikap wait and see.

“Dalam jangka pendek, nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak dalam kisaran Rp16.175–Rp16.245 per dolar AS, sementara imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun diproyeksikan berada di rentang 6,50 persen–6,70 persen,” bebernya.

Dari pasar keuangan domestik, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka stabil di level 6.865 pada awal perdagangan pagi ini. Pembukaan yang relatif datar ini mencerminkan sikap hati-hati investor terhadap kondisi global dan domestik. Sejumlah sektor mengalami tekanan jual. Sektor properti dan real estat tercatat turun 0,51 persen, sementara sektor konsumen non-siklikal melemah 0,39 persen. Pelemahan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek permintaan dalam negeri dan sentimen jangka pendek terhadap sektor-sektor defensif.

"Pelaku pasar saat ini cenderung menunggu kejelasan arah pasar global, termasuk perkembangan terkait kebijakan tarif AS, pergerakan harga energi, dan rilis data ekonomi dari negara mitra dagang Indonesia. Dari sisi domestik, posisi cadangan devisa Indonesia naik tipis menjadi USD 152,6 miliar pada Juni 2025, dari USD 152,5 miliar pada Mei. Kenaikan ini ditopang oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penerbitan global bond pemerintah, di tengah kebijakan stabilisasi nilai tukar oleh Bank Indonesia," katanya menegaskan.

Editorial Team