Ilustrasi mobil yang akan diimpor (pexels.com/Torsten Dettlaff)
Para pemimpin industri otomotif Jepang telah mengadakan pertemuan darurat untuk membahas potensi dampak tarif ini. JAMA, yang menaungi perusahaan seperti Toyota, Honda, dan Nissan, menempatkan ancaman tarif ini sebagai agenda utama dalam diskusi mereka.
“Jika ini terjadi pada 2 April, kami dapat mengharapkan penyesuaian produksi yang signifikan,” kata Ketua JAMA, Masanori Katayama, dalam konferensi pers bulanan, dikutip dari The Street, Senin (24/3/2025).
Selain itu, JAMA telah berdiskusi dengan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang pada 19 Maret mengenai strategi mitigasi.
“Kami akan melihat bagaimana menyerap guncangan jangka pendek dan tindakan konkret apa yang dapat kami ambil untuk menangani guncangan ini, serta bagaimana menghadapinya dengan cara seluruh Jepang,” kata Katayama.
Di sisi lain, meskipun produsen mobil Jepang masih mengimpor kendaraan ke AS, mereka juga telah lama berinvestasi dalam manufaktur di Negeri Paman Sam. Sejak Honda mendirikan pabrik pertamanya di Ohio pada 1982, investasi Jepang di sektor otomotif AS telah mencapai 61 miliar dolar AS.
Namun, dampak tarif ini akan bervariasi di tiap perusahaan. Toyota, sebagai produsen mobil terbesar di Jepang, mengekspor 538.685 unit kendaraan ke AS pada 2024, atau sekitar 23 persen dari total penjualannya di sana. Sementara itu, Subaru lebih bergantung pada ekspor, dengan 328.064 unit atau sekitar 50 persen dari penjualannya di AS berasal dari Jepang. Mazda juga memiliki ketergantungan tinggi dengan angka ekspor 235.738 unit atau sekitar 55 persen dari total penjualannya.
Ke depan, Jepang terus memantau perkembangan kebijakan tarif AS, termasuk rencana Trump yang menunda sementara penerapan tarif serupa terhadap kendaraan dari Kanada dan Meksiko. JAMA dan pemerintah Jepang masih berupaya mencari solusi guna melindungi sektor otomotif yang menjadi tulang punggung ekspor negara tersebut.