Tarif Trump Bayangi Sentimen Pasar, Ini Prediksi Kurs Rupiah Besok

- Prediksi pergerakan rupiah besok: Rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp16.295-16.388 per dolar AS besok.
- Mayoritas mata uang Asia menguat: Rupiah menguat bersamaan dengan mata uang negara-negara Asia lainnya
- Mata uang negara yang dikenakan tarif Trump diprediksi tertekan: Aset sensitif seperti saham sektor manufaktur dan ekspor, serta mata uang mitra dagang utama AS berpotensi mengalami tekanan dalam jangka pendek.
Jakarta, IDN Times - Pengenaan tarif impor resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump terhadap sejumlah negara pada 1 Agustus 2025 mendatang membayangi sentimen pasar keuangan.
Menurut analisis Bank Mandiri, pelaku pasar mengkhawatirkan respons dari negara-negara yang dikenakan tarif resiprokal, terutama Uni Eropa yang diperkirakan bakal menyiapkan balasan karena dipatok tarif 30 persen.
"Uni Eropa telah menyiapkan langkah-langkah balasan jika tarif bersifat hukuman tersebut benar-benar diberlakukan," tulis Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro dikutip Selasa, (22/7/2025).
1. Prediksi pergerakan rupiah besok

Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan sore tadi, kurs rupiah menguat tipis, 3 poin menjadi Rp16.319 per dolar AS. Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), kurs rupiah ditutup pada level Rp16.307 per dolar AS sore tadi.
Analisis Bank Mandiri memprediksi rupiah akan bergerak dalam kisaran Rp16.295-16.388 per dolar AS besok.
2. Mayoritas mata uang Asia menguat

Penguatan rupiah hari ini ternyata juga dialami mata uang negara-negara Asia lainnya.
Misalnya seperti Peso Filipina yang mencatat penguatan tertinggi sebesar 0,19 persen, diikuti oleh Baht Thailand yang menguat sebesar 0,17 persen.
3. Mata uang negara-negara yang dikenakan tarif Trump diprediksi tertekan

Secara keseluruhan, analisis Bank Mandiri melihat proyeksi perdagangan global ke depan masih dibayangi ketidakpastian karena tarif Trump.
Ada beberapa aset yang dinilai sensitif terhadap risiko perdagangan, seperti saham sektor manufaktur dan ekspor, serta mata uang mitra dagang utama AS berpotensi mengalami tekanan dalam jangka pendek.