Terungkap, Negara Produsen Sawit Tak Dilibatkan Penyusunan EUDR

Jakarta, IDN Times - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendukung posisi pemerintah menyoal keputusan Uni Eropa (UE) yang memberlakukan Undang-Undang Antideforestasi (European Union Deforestation Regulation/EUDR). Asosiasi pengusaha minyak sawit memastikan tegak lurus dengan pemerintah yang mengambil sikap dan posisi dengan tidak tunduk pada regulasi tersebut.
"GAPKI mengikuti posisi pemerintah. Kalau pemerintah menolak, GAPKI juga menolak,” kata Ketua Bidang Perkebunan GAPKI, Azis Hidayat dalam focus group discussion (FGD) yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), dikutip Selasa (12/12/2023).
1. Uni Eropa tak libatkan Indonesia dalam penyusunan EUDR

Perwakilan divisi Amerop Kementerian Luar Negeri Indonesia, Emilia H Elisa, mengatakan kebijakan EUDR sebagai keputusan internal Uni Eropa tanpa melibatkan secara formal negara-negara produsen, termasuk Indonesia. Padahal, Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia.
Menurut Emilia, pemberlakuan kebijakan EUDR berdampak multidimensi, terutama terhadap petani kecil yang berpeluang terisolasi dalam supply chain (rantai pasokan).
Dia menekankan pentingnya dukungan untuk memperkuat kedudukan Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB). Penguatan kebijakan diyakini dapat mengatasi berbagai permasalahan yang muncul terkait implementasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
"Penguatan RAN-KSB termasuk implementasi sistem sertifikasi ISPO memainkan peran penting dalam upaya pemerintah mempromosikan produksi kelapa sawit berkelanjutan dan memastikan industri ini sejalan dengan standar lingkungan dan sosial," ujar Emilia.
2. Pemerintah didorong segera lakukan perbaikan ISPO

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, menilai keputusan yang diambil pemerintah merupakan hal lumrah dan menunjukkan sikap tegas. Terlebih, beragam gagasan atau proposal Uni Eropa terhadap sawit Indonesia cenderung merugikan.
Menurutnya, kebijakan EUDR dalam jangka panjang akan berdampak pada produk sawit yang diproduksi dari negara lain. Sementara untuk jangka pendek, pangsa pasar kelapa sawit Indonesia di Eropa berkurang.
Di sisi lain, pemerintah tetap harus melakukan percepatan untuk mengantisipasi ketentuan EUDR. Selain dukungan kebijakan, menurutnya metodologi yang digunakan juga harus cepat ditetapkan.
Pemerintah harus memutuskan metodologi tracebility yang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Meski posisi Indonesia menolak EUDR, Tauhid menyarankan pemerintah tetap menyiapkan dan melakukan percepatan perbaikan ISPO.
"Memang dalam proses sertifikasi tidak mudah karena harus tahu jelas proses, mekanisme dari budidaya sampai nanti diterima di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan memenuhi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan," tuturnya.
3. Mendag sebut kebijakan Uni Eropa diskriminatif

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, menyebut kebijakan Uni Eropa tersebut diskriminatif karena menyasar produk-produk Indonesia harus terjamin bebas dari praktik deforestasi. Pria yang akrab disapa Zulhas itu mengatakan, pemerintah akan berupaya mengajak negara-negara lain yang turut terdampak kebijakan tersebut untuk melakukan perlawanan.
"Itu sangat diskriminatif. Oleh karena itu, kami akan melakukan perlawanan nanti berunding melakukan perlawanan tentu mengajak negara-negara yang punya kesamaan seperti Malaysia," kata Zulhas dikutip dari laman resmi Sekretariat Presiden (Setkab).