Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bendera Thailand (unsplash.com/Markus Winkler)
Bendera Thailand (unsplash.com/Markus Winkler)

Intinya sih...

  • Thailand menawarkan tarif nol persen pada ribuan produk AS, termasuk pertanian dan industri, untuk menyeimbangkan neraca perdagangan.

  • Pemerintah Thailand siapkan pinjaman lunak 200 miliar baht untuk pelaku usaha terdampak tarif AS, dengan prioritas bagi sektor pertanian, manufaktur, dan ekspor elektronik.

  • Thailand menghadapi risiko penurunan ekspor ke AS jika tarif 36 persen diberlakukan mulai 1 Agustus 2025, sehingga fokus pada memperkuat daya saing industri domestik dan mengurangi ketergantungan pada ekspor.

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Thailand mengumumkan rencana untuk menawarkan tarif nol persen pada lebih banyak produk impor dari Amerika Serikat (AS), pada Senin (14/7/2025). Langkah ini diambil sebagai respons atas ancaman tarif tinggi dari pemerintah AS yang akan berlaku jika kesepakatan tidak tercapai sebelum 1 Agustus 2025.

Menteri Keuangan Thailand, Pichai Chunhavajira, menyampaikan bahwa pemerintah juga sedang menyiapkan paket pinjaman lunak untuk membantu pelaku usaha menghadapi dampak tarif tersebut.

1. Latar belakang negosiasi perdagangan Thailand-AS

Pichai mengatakan bahwa proposal baru yang diajukan Thailand ke AS mencakup penghapusan tarif untuk ribuan produk AS, termasuk produk pertanian dan barang industri.

“Kami telah menyesuaikan proposal sesuai masukan dari pihak AS,” ungkap Pichai setelah kembali dari Washington, dilansir Channel News Asia.

Ia menambahkan, langkah ini bertujuan menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara dalam waktu kurang dari sepuluh tahun.

Pemerintah AS secara resmi mengirimkan surat kepada Thailand dan negara lain terkait penerapan tarif baru, pada Rabu (9/7/2025).

“Tarif 36 persen akan berlaku untuk semua produk Thailand yang masuk ke AS mulai 1 Agustus 2025.” menurut pernyataan Trump dalam surat tersebut, dilansir Khaosod English.

2. Paket pinjaman lunak untuk dukung pelaku usaha

Pichai Chunhavajira mengumumkan bahwa pemerintah sedang menyiapkan dana pinjaman lunak sebesar 200 miliar baht (Rp100,1 triliun) untuk mengurangi dampak tarif baru terhadap eksportir dan pelaku usaha domestik.

“Paket pinjaman ini bertujuan memberikan dukungan langsung agar pelaku usaha dapat bertahan menghadapi tekanan tarif,” kata Pichai dalam seminar bisnis.

Pichai menegaskan bahwa bantuan ini akan diprioritaskan bagi sektor-sektor yang paling terdampak oleh kebijakan tarif AS, seperti industri pertanian, manufaktur, dan ekspor barang elektronik.

“Kami ingin memastikan bahwa bisnis yang terkena dampak langsung bisa segera mendapatkan akses pendanaan murah,” ujarnya.

Pemerintah juga menyatakan siap mengambil langkah tambahan jika negosiasi dengan AS tidak membuahkan hasil. “Kami telah menyiapkan berbagai skenario untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional,” tambah Pichai.

3. Dampak dan proyeksi ke depan

Thailand menghadapi risiko penurunan ekspor jika tarif 36 persen dari AS benar-benar diberlakukan mulai 1 Agustus 2025. AS merupakan pasar ekspor terbesar Thailand, menyumbang sekitar 18,3 persen dari total ekspor tahun lalu.

“Jika tarif tinggi diterapkan, ekspor Thailand ke AS bisa turun drastis,” ujar seorang pejabat pemerintah.

Pemerintah Thailand menegaskan komitmennya untuk memperkuat daya saing industri domestik dan mengurangi ketergantungan pada ekspor. “Kami harus memperkuat ekonomi domestik dan meningkatkan daya saing sektor pertanian serta pariwisata,” kata Pichai Chunhavajira.

Pemerintah AS menyatakan masih membuka ruang negosiasi hingga tenggat waktu 1 Agustus 2025. “Kami berharap kedua negara dapat mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan sebelum batas waktu yang ditetapkan,” demikian pernyataan resmi dari Kantor Perwakilan Dagang AS, dilansir The White House.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team