Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi TikTok Shop x Tokopedia (IDN Times/Laili)

Jakarta, IDN Times - Socio commerce telah menjadi fenomena yang banyak dibicarakan publik. Socio commerce dapat diartikan sebagai media sosial yang juga berperan sebagai tempat jual beli layaknya e-commerce.

Salah satu bentuk nyata socio commerce adalah TikTok. Selain sebagai media sosial, TikTok juga digunakan para penggunanya sebagai lapak berjualan produk baik melalui fitur live maupun keranjang kuning alias TikTok Shop.

TikTok Shop awalnya diluncurkan pada pertengahan April 2021 sebagai fitur tambahan di aplikasi TikTok. TikTok Shop kemudian menjadi pemain baru e-commerce di Indonesia dengan jangkauan penjual, pembeli, dan kreator.

Seiring berjalannya waktu, TikTok Shop pun erat kaitannya dengan penjualan barang secara live yang dilakukan oleh pelaku usaha dari skala mikro, kecil, menengah, dan bahkan besar.

Hal itu yang kemudian membedakan TikTok Shop dengan dua pendahulunya, Instagram dan Facebook Shop. Perbedaan lain TikTok Shop dengan dua socio commerce tersebut adalah konsep transaksi yang dilakukan dalam satu aplikasi.

Segala kegiatan jualan mulai dari pengenalan produk, pemilihan produk, transaksi, komunikasi dengan penjual, pengiriman, dan penilaian dilakukan seluruhnya lewat aplikasi TikTok.

Hal tersebut yang kemudian jadi salah satu penyebab TikTok Shop mulai mendapatkan perhatian dari regulator atau pemerintah. Sebab, TikTok sejatinya tidak memiliki izin melaksanakan praktik e-commerce seperti TikTok Shop di Indonesia.

TikTok hanya memiliki Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP3A Bidang PMSE) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

“TikTok Shop dikenai kewajiban menunjuk perwakilannya di Indonesia dalam bentuk KP3A Bidang PMSE dengan izin usaha berupa Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang PMSE (SIUP3A Bidang PMSE)," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag , Isy Karim.

Isy Karim menambahkan, sebagai KP3A, maka TikTok Shop hanya dapat melakukan tiga kegiatan, yakni memenuhi kewajiban perlindungan konsumen, melakukan pembinaan untuk meningkatkan daya saing, dan penyelesaian sengketa sesuai Peraturan Menteri Perdagangan.

"TikTok Shop tidak diperkenankan melakukan kegiatan di luar tiga hal tersebut," ucapnya.

1. Produk impor di TikTok Shop

TikTok Shop tidak bisa beroperasi mulai Rabu (4/10/2023). (dok. TikTok)

TikTok Shop pun disinyalisasi menjadi sarana penjualan produk-produk impor dengan harga murah. Hal itu pun dianggap memukul keberadaan UMKM yang menjual produknya di TikTok Shop.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengungkapkan banyaknya UMKM yang bangkrut atau gulung tikar lantaran kalah bersaing dengan TikTok Shop.

Smesco Indonesia mengatakan penyebabnya adalah produk dijual lebih murah di TikTok Shop dibandingkan harga normalnya.

"Beberapa UMKM yang bangkrut bukan karena produknya tidak bersaing, tapi harga yang tidak sesuai," kata Direktur Bisnis dan Pemasaran Smesco Indonesia, Wientor Rah Mada.

"Kami juga sampaikan ke kawan-kawan TikTok, dan beberapa platform lain juga kita mengemukakan hal sama, berkenaan dengan produk-produk cross border yang berkaitan dengan mandatory pricing. Mudah-mudahan dari hasil pertemuan ini kita dapat formulasikan banyak hal," lanjutnya.

Dia menegaskan sudah ada 70 pelaku UMKM mengaku terkena dampak dari barang impor yang dijual murah. Salah satu pelaku UMKM yang terdampak banjirnya produk impor yakni konveksi sweater. Kondisi tersebut dinilai Rah Mada perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.

"Masuk (laporan) ke kami yang bangkrut adalah UMKM kategori konveksi sweater karena tidak bisa bersaing harga," ujar Rah Mada.

Adapun secara umum, pedagang tekstil jadi yang paling terdampak atas banjirnya produk impor murah di TikTok Shop. Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) bahkan mengungkapkan, kebangkrutan pedagang tekstil terjadi hampir di seluruh pasar tradisional Indonesia.

Sekjen DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan mengatakan kondisi itu diperparah dengan absennya pemerintah dalam mendampingi pedagang konvensional untuk bisa berjualan secara daring.

"Saat ini, kami berhadapan pada salah satu media sosial yang menjual barang-barang dari luar, seperti Thailand, China , dan beberapa negara lain. Sementara itu, pemerintah tidak melakukan advokasi pendampingan terhadap pedagang untuk melakukan penjualan di online shop juga," kata Reynaldi.

Sebagai imbas dari gempuran barang-barang impor yang lebih murah, para pedagang tekstil di pasar tradisional mengalami penurunan omzet cukup signifikan.

"Fakta yang IKAPPI temui ada penurunan omzet 60 persen secara keseluruhan di pasar tekstil. Untuk pasar tematik seperti Tanah Abang mengalami penurunan hingga 75 persen," kata Reynaldi.

Atas kondisi tersebut, Reynaldi berharap pemerintah melakukan upaya serius dalam menjaga eksistensi pasar tradisional yang mengutamakan tawar-menawar dan silaturahmi tetap terjaga di tengah gempuran socio commerce dan e-commerce.

2. TikTok Shop resmi ditutup

Editorial Team

Tonton lebih seru di