Airlangga menjelaskan bahwa gagasan menarik kembali devisa ini terinspirasi dari pola wisatawan asal China yang tetap menggunakan sistem pembayaran dari negaranya saat melakukan transaksi di luar negeri. Menurutnya, Indonesia juga bisa melakukan hal serupa.
"Contohnya sama seperti turis dari China, mereka keluar negeri tapi tetap menggunakan sistem pembayaran dari China, sehingga devisanya tetap kembali ke negaranya," tegasnya.
Lebih lanjut, Airlangga menyampaikan bahwa dirinya telah meminta Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, untuk mendorong implementasi QRIS sebagai metode pembayaran resmi bagi jemaah Indonesia di Arab Saudi.
Jika Indonesia dapat menjalin kerja sama dengan bank sentral Arab Saudi, maka QRIS bisa digunakan langsung oleh jemaah saat bertransaksi di Tanah Suci. Dengan demikian, uang yang dibelanjakan akan tetap berada dalam ekosistem keuangan Indonesia, dan dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional.
Pada tahun lalu, mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi devisa yang sangat besar dari sektor haji dan umrah mencapai Rp200 triliun per tahun.
“Rata-rata setiap tahun, warga Indonesia yang menunaikan ibadah umrah mencapai 1,5 juta orang, sedangkan jemaah haji sekitar 241.000 orang. Dari situ kita bisa lihat berapa besar devisa yang kita bawa ke sana, namun belum ada yang kembali ke Indonesia,” ungkapnya.