Bantah Faisal Basri, Luhut Tegaskan Tidak Beri Data Keliru ke Jokowi

Faisal Basri kritik kebijakan hilirisasi nikel

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan buka suara atas tudingan Faisal Basri terhadap kebijakan hilirisasi nikel. Faisal menyebut kebijakan itu lebih menguntungkan negara lain daripada industri di dalam negeri.

Bahkan, Faisal Basri mempertanyakan data yang diungkapkan Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengenai keuntungan yang diperoleh Indonesia dari kebijakan hilirisasi nikel. Luhut menjelaskan, data yang disampaikan Jokowi bersumber dari pihaknya.

"Kita kan yang feeding Pak Jokowi. Jadi, data-data itu dari kita dan Pak Jokowi tidak mungkin kita kasih data yang tidak benar," kata Luhut kepada jurnalis di Kompleks Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin (14/8/2023).

Baca Juga: Kemenperin Bantah Hilirisasi Nikel Lebih Menguntungkan China

1. Faisal Basri dinilai tidak cermat melihat data

Bantah Faisal Basri, Luhut Tegaskan Tidak Beri Data Keliru ke JokowiIDN Times/Hana Adi Perdana

Berdasarkan data tahun lalu yang disebutkan Faisal, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim hasil dari hilirisasi adalah 27,8 miliar dolar AS.

Dengan rata-rata nilai tukar rupiah sebesar 14.876 per dolar AS pada 2022, Faisal menyebut nilai ekspornya setara Rp413,9 triliun. Luhut menyebut Faisal Basri tidak cermat melihat data.

"Orang saja yang berkomentar tidak melihat data dengan cermat, yang diberitahu itu hanya iron steel yang Rp400 (triliun) berapa itu," ujar Luhut.

Padahal Indonesia sudah punya fasilitas peleburan nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL), dan nickel matte yang diperoleh dari proses pirometalurgi (matte smelting) dari mineral laterit, serta lain sebagainya.

"Dia lupa sudah kita matte sudah ada, terus kemudian HPAL-nya juga tadi sudah ada, banyak sekali lagi produk-produk lain yang tidak tahu dia," tuturnya.

Baca Juga: Faisal Basri Kritik Keras Jokowi Soal Larangan Ekspor Timah

2. Jokowi beberkan data mengenai kontribusi hilirisasi nikel

Bantah Faisal Basri, Luhut Tegaskan Tidak Beri Data Keliru ke JokowiPresiden Jokowi resmikan Smelter Nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara pada Senin (27/12/2021). (dok. Biro Pers Kepresidenan)

Presiden Jokowi sebelumnya merespons kritik dari Faisal Basri mengenai hilirisasi nikel. Orang nomor satu di Indonesia itu menjelaskan bahwa hilirisasi meningkatkan penerimaan negara.

"Kalau hitungan kita ya, contoh ya, saya berikan contoh nikel saat diekspor mentahan, bahan mentah setahun kira-kira hanya Rp17 triliun. Setelah masuk ke industrial, hilirisasi menjadi Rp510 triliun," kata Jokowi kepada jurnalis, Kamis (10/8/2023).

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan, pemerintah memungut pajak dari setiap ekspor yang dilakukan oleh pengusaha. Tentu saja, semakin besar nilai ekspor, semakin banyak pula pajak yang diterima negara.

"Mengambil pajak dari Rp17 triliun sama ambil pajak dari Rp500 triliun gedean mana? Karena dari situ, dari hilirisasi kita bisa mendapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), semuanya ada di situ. Coba dihitung aja dari Rp17 triliun sama yang Rp500 triliun gedean mana," ujarnya.

3. Faisal Basri sebut sumber hitungan Jokowi tidak jelas

Bantah Faisal Basri, Luhut Tegaskan Tidak Beri Data Keliru ke JokowiIDN Times / Shemi

Faisal Basri lantas merespons sanggahan Presiden Jokowi. Dia mempertanyakan sumber data yang dipakai Jokowi dalam melakukan hitung-hitungan.

"Angka-angka yang disampaikan Presiden tidak jelas sumber dan hitung-hitungannya. Presiden hendak meyakinkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel amat menguntungkan Indonesia dan tidak benar tuduhan bahwa sebagian besar kebijakan hilirisasi dinikmati oleh China," tulis Faisal melalui situs web miliknya.

Faisal mengutip data 2014, di mana nilai ekspor bijih nikel dengan kode HS 2604 hanya Rp1 triliun. Angka itu diperoleh dari ekspor senilai 85,913 juta dolar AS dikalikan rata-rata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama, yaitu Rp11.865 per dolar AS.

"Lalu, dari mana angka Rp510 triliun? Berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah 27,8 miliar dolar AS. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per dolar AS, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp413,9 triliun," ujarnya.

Baca Juga: Faisal Basri Pertanyakan Sumber Data Jokowi soal Hilirisasi

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya