Ekspor Konsentrat Freeport Bisa Picu Protes Pengusaha Nikel

Bisa ganggu program hilirisasi

Jakarta, IDN Times - Pemerintah perlu mengantisipasi dampak dari ditundanya larangan ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia (PTFI). Sebab, kebijakan itu dinilai bisa memicu protes dari pengusaha nikel dan bauksit yang sudah dilarang ekspor konsentrat atau mineral mentah.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai pemberian relaksasi ekspor konsentrat kepada PTFI menimbulkan diskriminasi terhadap pengusaha nikel dan bauksit. Sebab, mereka selama ini sudah diwajibkan hilirisasi di smelter dalam negeri.

"Dampaknya, mereka akan menuntut relaksasi ekspor bahan mentah serupa," kata Fahmy dalam keterangan yang diterima IDN Times, Senin (26/6/2023).

Menurutnya, apabila pemerintah sampai memenuhi tuntutan tersebut maka nasib program hilirisasi industri yang digalakkan pemerintah akan terganggu.

Baca Juga: Mau Bisnis Kalian Tembus Pasar Ekspor? Simak Tips Juragan Biskuit Ini

1. Program hilirisasi juga bisa terganggu imbas ekspor ilegal

Ekspor Konsentrat Freeport Bisa Picu Protes Pengusaha NikelIlustrasi Ekspor. (IDN Times/Aditya Pratama)

Fahmy berpendapat, program hilirisasi akan semakin terganggu lantaran ditemukan ekspor ilegal bijih nikel sebanyak 5,3 juta ton ke China yang berlangsung sejak 2020.

"Pemberian relaksasi ekspor konsentrat dan ekspor ilegal bijih nikel akan memicu ketidakpastian yang menyebabkan investor smelter hengkang dari negeri ini," ujarnya.

Baca Juga: Profil Perusahaan Nikel yang Bosnya Ditegur Tak Bisa Bahasa Indonesia

2. Nyali Jokowi menghadapi protes dari negara lain patut diakui

Ekspor Konsentrat Freeport Bisa Picu Protes Pengusaha NikelPresiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Di sisi lain, Fahmy mengakui keberanian dan nyali Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam memberlakukan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak Januari 2020.

Jokowi bahkan tak gentar saat kebijakan itu diadukan ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Sekalipun kalah di Forum WTO, mantan Gubernur DKI Jakarta itu justru semakin berani dan bernyali melanjutkan pelarangan ekspor seluruh hasil tambang dan mineral demi hilirisasi di smelter dalam negeri.

Fahmy mengatakan tujuan hilirisasi adalah menaikkan nilai tambah dan pembangun ekosistem industri terkait. Program hilirisasi berhasil menaikkan nilai tambah berlipat ganda.

Sebagai contoh, setelah pemerintah melarang ekspor bahan mentah, Indonesia berhasil meningkatkan nilai ekspor produk turunan nikel hingga 19 kali lipat, yang semula hanya 1,1 miliar dolar AS pada 2017, menjadi 20,9 miliar dolar AS pada 2022.

Begitupun dengan nilai tambah yang dihasilkan produk turunan bauksit, mampu meningkatkan pendapatan negara dari Rp21 triliun pada 2017 menjadi sekitar Rp62 triliun pada akhir 2022.

"Dengan kenaikan pendapatan itu, Jokowi semakin berani dan bernyali melanjutkan larangan ekspor seluruh bahan mentah hasil tambang dan mineral," tambahnya.

Baca Juga: Begini Kesiapan Industri Nikel Dukung Ekosistem Kendaraan Listrik RI

3. Tapi sikap Jokowi terhadap PTFI disayangkan

Ekspor Konsentrat Freeport Bisa Picu Protes Pengusaha NikelPresiden Jokowi groundbreaking pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik (dok. Biro Pers Kepresidenan)

Fahmy menyayangkan sikap Jokowi terhadap Freeport Indonesia yang meminta pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan relaksasi atau penundaan larangan ekspor konsentrat, bahan baku timah, perak, dan emas.

Akhirnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan izin relaksasi ekspor konsentrat kepada Freeport Indonesia. Izin ekspor konsentrat yang seharusnya berakhir pada Juni 2023, diperpanjang sampai Mei 2024.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya