Pemerintah Waspadai Kebijakan Nol-COVID China ke Ekonomi RI

Badai inflasi di sejumlah negara juga turut diwaspadai

Jakarta, IDN Times - Pemerintah mewaspadai sejumlah risiko yang dapat memengaruhi perekonomian Indonesia, mulai dari kebijakan 'Zero COVID' atau 'Nol-COVID yang diterapkan oleh China hingga peningkatan inflasi yang terjadi di berbagai negara.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan kondisi geopolitik Rusia masih menjadi risiko yang harus dimitigasi dalam konteks perekonomian global.

"Rusia yang juga terkait dengan geopolitik itu juga masih dalam konteks kontraksi (ekonomi). Ini risiko yang masih harus kita hadapi dan mitigasi dalam konteks perekonomian globalnya," kata Febrio dalam webinar, Jumat (13/5/2022).

Baca Juga: Kritik Kebijakan Nol-COVID, Komentar Bos WHO Disensor di China

1. Aktivitas manufaktur China menurun akibat kebijakan 'Zero COVID'

Pemerintah Waspadai Kebijakan Nol-COVID China ke Ekonomi RIIlustrasi pabrik. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

Dia menjelaskan kebijakan 'Zero COVID' yang diterapkan oleh China akan berdampak pada penurunan kegiatan manufaktur di negara tersebut.

"Risiko yang mungkin harus kita hadapi adalah beberapa negara yang seperti Tiongkok yang menerapkan 'Zero COVID' policy itu mengakibatkan kontraksi di aktivitas manufakturnya," jelasnya.

Baca Juga: Teten Ungkap Ancaman Inflasi yang Bisa 'Hantui' UMKM

2. Inflasi global bisa berdampak ke Indonesia karena negara-negara naikkan suku bunga

Pemerintah Waspadai Kebijakan Nol-COVID China ke Ekonomi RIIlustrasi Inflasi. IDN Times/Arief Rahmat

Dijelaskan Febrio, inflasi di banyak negara sudah harus dihadapi dan kebijakan yang ada juga harus disesuaikan, khususnya pemerintah melihat beberapa negara ketika inflasinya sudah meningkat sangat tinggi mau tidak mau memperketat kebijakan moneternya.

"Beberapa negara sudah melakukan dengan cukup kuat seperti misalnya Brasil, Rusia, Meksiko, South Africa, itu sudah cukup kuat dalam merespons inflasi dengan kenaikan suku bunga acuannya," terangnya.

Memang, beberapa negara belum melakukan kenaikan suku bunga dengan terburu-buru seperti misalnya Amerika, walaupun inflasinya sudah di atas 8% tetapi tingkat suku bunga kebijakannya belum disesuaikan terlalu cepat. 

"Tapi kemudian menjadi antisipatif bagi kita juga karena kita juga harus melihat bahwa kemungkinan kenaikan suku bunga ini akan semakin cepat dalam beberapa bulan ke depan, sehingga dampaknya bagi perekonomian global dan juga bagi perekonomian domestik kita harus kita antisipasi dengan baik," jelasnya.

 

Baca Juga: Inflasi Tinggi Hantam AS, Joe Biden Ungkap Biang Keroknya

3. Inflasi di Indonesia diklaim masih terkendali

Pemerintah Waspadai Kebijakan Nol-COVID China ke Ekonomi RIIlustrasi pedagang pasar (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Febrio menjelaskan inflasi di Indonesia sendiri masih relatif rendah dibandingkan dengan banyak negara, dengan angka terakhir pada bulan April di 3,5%. Itu diklaim masih sejalan dengan outlook pemerintah.

"Tentunya ini harus kita antisipasi ke depan karena dalam konteks harga-harga komoditas baik energi maupun bahan pangan, dampaknya terhadap inflasi Indonesia harus bisa kita mitigasi. Sejauh ini memang kita masih bisa memitigasi sehingga inflasi yang tertransmisi ke rumah tangga itu masih relatif bisa kita kelola dengan baik," tambahnya.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya