Tom Lembong Ungkap Jumlah Kelas Menengah Terancam Menciut

Tercermin dari berkurangnya pembelian motor

Jakarta, IDN Times - Co-Captain Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), Thomas Trikasih Lembong mengindikasikan bahwa dalam 10 tahun terakhir, jumlah kelas menengah di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang signifikan.

Bahkan, dalam skenario terbaik, kelas menengah hanya stagnan atau tidak mengalami peningkatan jumlah. Lembong menekankan bahwa indikator yang paling tepat untuk melihat hal ini adalah penjualan sepeda motor.

Penurunan jumlah penjualan sepeda motor dianggapnya sebagai tanda bahwa ada potensi besar bahwa kelas menengah sedang mengalami penyusutan, yang bisa menjadi dampak dari kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan.

“Sepuluh tahun terakhir ini kelas menengah kita tidak berkembang, minimum paling baik itu stagnan, tidak bertambah dan ada potensi cukup besar bahwa kelas menengah kita lalu menciut karena sekali lagi, bagi saya indikator yang paling tepat itu ya jumlah sepeda motor,” kata dia dalam diskusi di forum Bangga Bicara HARSA x Melek APBN, Jakarta, Jumat (9/2/2024).

1. Penjualan sepeda motor turun jadi 5 juta unit per tahun

Tom Lembong Ungkap Jumlah Kelas Menengah Terancam MenciutCo-Captain Timnas AMIN, Thomas Trikasih Lembong dalam diskusi di forum Bangga Bicara HARSA x Melek APBN, Jakarta, Jumat (9/2/2024). (IDN Times/Trio Hamdani)

Tom Lembong menggambarkan penurunan drastis dalam penjualan sepeda motor di Indonesia selama 10 tahun terakhir. Dari puncak penjualan tertinggi sekitar 2013, kemudian terus menurun, dengan sedikit kenaikan pada 2018 dan pemulihan pasca pandemi, tetapi masih di bawah level sebelumnya.

“Teman-teman bisa lihat bahwa angkanya waktu itu kira-kira 7,9, katakan 8 juta unit sepeda motor terjual di tahun 2013, dan sejak itu turun terus, setiap tahun turun, sempat naik sedikit di 2018, tentunya dengan pandemik, ambruk. Tapi pasca pandemik angkanya pulih. Tapi hari ini masih hanya di kisaran 5 juta unit per tahun,” paparnya.

Menurut Lembong, hal itu penting karena penjualan sepeda motor dianggap sebagai indikator masuknya keluarga ke kelas menengah. Penurunan tajam penjualan sepeda motor menandakan potensi gangguan dalam perkembangan atau kekuatan kelas menengah.

“Nah, bahwa jumlah sepeda motor yang terjual setahun itu begitu drastis turunnya, ini tanda buruk untuk ukuran kelas menengah ya seberapa tebal, seberapa kuat, seberapa bertumbuhnya kelas menengah,” katanya.

Baca Juga: Tom Lembong, Hashim, Andika Perkasa Bahas Pilpres di AS

2. Penjualan mobil turun tapi tak sedrastis motor

Tom Lembong Ungkap Jumlah Kelas Menengah Terancam MenciutCo-Captain Timnas AMIN, Thomas Trikasih Lembong dalam diskusi di forum Bangga Bicara HARSA x Melek APBN, Jakarta, Jumat (9/2/2024). (IDN Times/Trio Hamdani)

Tom Lembong menyoroti kesamaan tren penjualan antara sepeda motor dan mobil di Indonesia. Dia menyebutkan bahwa penjualan mobil juga mengalami puncaknya sekitar tahun 2013-2014, dengan jumlah sekitar 1,2 juta unit per tahun.

Namun, seperti penjualan sepeda motor, penjualan mobil juga mengalami penurunan setiap tahunnya, dengan sedikit pemulihan pada 2017, diikuti oleh penurunan kembali.

Lembong menunjukkan bahwa tren penjualan mobil ini mirip dengan penjualan sepeda motor, menimbulkan pertanyaan apakah penurunan penjualan sepeda motor disebabkan oleh masyarakat yang beralih ke mobil.

“Menarik sih karena angkanya tidak separah sepeda motor. Nah, bagi saya, kalau sebuah keluarga itu beli mobil, itu bagi saya tanda bahwa keluarga itu sudah masuk kategori kelas menengah atas. Ya, jadi kalau saya membacanya ini, kelas menengah atas mungkin tidak kena dampak negatif sebesar kelas menengah bawah,” jelasnya.

3. Penjualan elektronik dan perabotan juga mengalami penurunan

Tom Lembong Ungkap Jumlah Kelas Menengah Terancam MenciutTom Lembong (IDN Times/Aryodamar)

Tom Lembong menyoroti data penjualan barang-barang elektronik seperti kulkas, mesin cuci, TV, kipas angin, dan microwave sebagai indikator kelas menengah.

Dia menjelaskan bahwa ketika sebuah keluarga mampu membeli barang-barang tersebut, setelah melakukan kredit pemilikan rumah (KPR), membeli rumah atau menyewa rumah, itu menunjukkan bahwa mereka telah mencapai tingkat kelas menengah.

“Tapi ternyata penjualan barang elektronik pun juga turun. Ya ini data yang kita miliki yanga sampai 2016 ya. Jadi 2016 sampai 2021 kira-kira 6 tahun,” tambah Lembong.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya